Langsung ke konten utama

CERPEN Lingkar Pena



LINGKAR PENA
Tinta pena yang telah tergores dilembaran kertas putih abadi, membuat titik tinta itu berjalan tanpa pilahan, sehingga terlukis sebuah lingkaran. Jalan hidup yang penuh dengan takdir yang sulit untuk ku pahami. Walau terasa harapan itu jauh, namun tak mudah menghentikan langkah ini agar terus mencoba, hingga sebuah mimpi itu nyata ku dapat.
                                                                 ***
Hidup itu bagaikan sebuah lingkaran, begitulah perjalanan hidup yang ku alami. Namaku Bintang,aku tinggal disebuah dusun yang kumuh, bersama kedua adikku, Iqbal dan Tika. Kami hanya tinggal bertiga tanpa orangtua, seingatku, ibu dan ayah sudah meninggalkan kami, ketika aku masih duduk dibangku SMP. Dan sejak itu, aku tak meneruskan jenjang pendidikanku, mungkin kini aku kelas 2SMA. Adik-adikku terpaksa putus sekolah, karena biaya yang tak dapat ku atasi. Tapi mereka sama sekali tak berputus asa, aku selalu mengajarkan beberapa ilmu yang aku tau. Profesiku hanyalah pedagang asongan, setiap hari aku selalu berkeliling untuk mencari nafkah, menjadi tulang punggung keluarga. Aku harus bekerja entah itu sampai kapanpun, untuk memenuhi kebutuhan aku dan adik-adikku ingin sekali meneruskan pendidikanku, tapi apakah itu semua mungkin? Lantas mana mungkin seorang rakyat miskin sepertiku, bisa bersekolah hingga ke tingkat perguruan tinggi. Terkadang aku merasa tidak adil karena aku tak seperti pemuda yang lainnya,tapi aku tak bisa menyalahkan tuhan, mungkin ini yang terbaik yang tuhan berikan padaku. Dan mungkin saja tuhan akan memberiku yang lebih  baik nantinya. Disini aku juga telah membangun sebuah sekolahan kecil,namun buka sekolah yang bergedung,melainkah sebuah gubuk sederhana yang aku rangkai seindah mungkin,walaupun dengan barang daur ulang.
Aku membangun ini semua bersama Ben, dia adalah sahabatku, tapi Ben dari keluarga yang berada, kini dia bersekolah ditingkat 2SMA. Disini dia tinggal bersama pamannya. Orangtuanya berada dijakarta, dia adalah sahabat terbaik yang aku punya. Perbedaan kita teramat jauh namun aku telah jatuh hati dengannya,.
“CHILDREN SCHOOL-PELITA BANGSA”, hari ini aku akan mengajar anak-anak yang bersekolah ditempatku. Jadwalku memang pagi dan sorenya aku harus dagang, dan Ben akan mengajarkan anak-anak siang hari, karena dia sibuk sekolah dan basketnya. “Teng..Teng..” lonceng bel berbunyi, menandai anak-anak harus segera memasuki ruang belajar. Sedari tadi aku telah menginstruksi para murid untuk memasuki ruangan dan siap untuk mendapat materi pagi ini. “pagi adik-adik,?!” sapaku pada adik-adik semua “pagi kak…!” serempak para murid. “adik-adik, sekarang kakak mau tanya, nih, adik-adik semua tau dengan cita-cita?” tanyaku memulai cuap-cuap “tau kak…!” seru para murid “coba jelaskan, apa sih cita-cita itu?” ucapku “cita-cita adalah sebuah keinginan dimasa depan, kak,” ucap salah seorang murid “pinter, sekarang kak bintang pengen tau, cita-cita adik-adik apa saja? dan tolong ditulis diselembar kertas, disertai alasan masing-masing dan dikumpulkan ke depan, ya?” ucapku. Jam istirahat, aku pun berada diatas rumah pohon, dengan beberapa lembar kertas digenggamanku, bertuliskan berbagai cita-cita dari para murid. Aku pun membaca satu-persatu, tulisan itu. Akupun menemukan sebuah tulisan, entah milik siapa tulisan itu, “aku ingin menjadi dokter, agar aku bisa mengobati para warga disini,” dan “aku ingin sukses, entah itu menjadi apa, aku ingin desa ini menjadi desa yang unggul, dan semua warganya tidak kesusahan untuk mencari uang, dan semuanya bisa berpendidikan, from tika,” aku menutup kedua lembaran kertas itu, tulisan ini milik Iqbal dan Tika adikku. Sungguh tinggi angan-angan,impian,dan imajinasi mereka. Aku juga berharap, agar aku bisa meneruskan sekolah dan bisa menggapai sebuah harapanku. Tiba-tiba “HUEEE…”
Ternyata Ben mengagetkanku “BEN! GAK LUCU TAU!” kesalku padanya. “kamu ngapain, sendirian Ngelamun disini?” kata Ben “aku hanya baca tulisan anak-anak, ya udahlah, lagian gak penting juga!” gerutuku “oh ya, aku punya kabar gembira, aku udah bilang sama papa, kalau kamu akan bersekolah denganku,” ucap Ben “sekolah?” ucapku kaget “iya, kenapa kaget gitu? Bukannya ini yang kamu inginkan?” ucap Ben “nggak, aku gak bisa terima,” kataku “why?” tanya Ben “aku gak mau ngerepotin kamu, kamu udah cukup ngebantuin aku, membangun sekolah ini, dan itu semua udah cukup untukku,” kataku dan beranjak dari rumah pohon “Bintang! Aku tulus ngelakuin ini semua buatmu, dan kenapa kamu menolak kesempatan yang menjadi keinginanmu sejak awal? Kenapa BINTANGGG! KENAPAA…!” teriak Ben ke arahku.
Dan aku tak merespon apapun teriakannya. Aku terus melangkah “BRUKK” aku menghentikan langkahku, dan menghadap ke belakang. Dan ternyata Ben nekat jatuh dari atas pohon hingga dia jatuh pingsan. “BEN! BENI BANGUN! Jangan buatku khawatir, BEN! Aku mohon bangun!?” ucapku dengan memejamkan mataku dan tak sadar, air mataku jatuh diatas dasar wajah Ben. “aku tau, kamu sayang sama aku,” ucap Ben yang secara tiba-tiba sadar dari pingsannya. Aku membuka mataku dan ternyata ini semua hanyalah hal konyol yang Ben buat “kamu ngerjain aku lagi?” ucapku dengan mengerutkan kening “aku melakukan semua, karena aku sayang sama kamu dan bahkan melebihi sahabat,” ucap beni “apaan sih, gak LUCU TAU!” gertakku. Tampak anak-anak yang telah mengerumuniku dan Ben tertawa. “aku serius, buktinya tadi kamu khawatir gitu sama aku,” ucap Ben “pede amat kamu! Udahlah, aku mau pulang! Tika,Ikbal, Hayoo pulang!!” ucapku sambil menarik tangan dari kedua adikku dan ingin segera pergi dari sana “BINTANGG!! Aku tau kamu juga sayang sama aku! Kamu gak bisa nyembunyiin itu semua dariku! Karena dari matamu, kamu gak bisa bohong!!” teriak Ben, namun aku telah berlalu. Aku meneguk air putih hingga membiarkan diriku terjatuh diatas kursi yang terbuat dari kayu itu “kak Bintang, kenapa gak terima kak Ben jadi pacar kakak?” ucap Ikbal adik kecilku “iya kak, padahal kak Bintang cocok sama kak Ben,” Tika adikku menambahkan. Aku menoleh kea rah mereka, dengan tatapan kesal “kalian tau apa soal itu? Lagian anak kecil gak boleh ikut-ikutan!” gerutuku kesal. “Tokk..Tokk..Tokk..” ketukan suara dari arah luar membangunkanku dari kekesalan. Dengan langkah seribu, aku menghampiri arah luar dengan membuka pintu. Aku mendapati seorang lelaki yang telah aku kenal yang telah berada didepan ku saat ini “Bintang” Ben menyapaku dengan suara lesu, tanpa ragu aku langsung menutup pintu. “please, buka pintunya Bintang! Aku tau aku salah mengatakan ini, tapi tolong dengerin aku, Bintang,” seru Ben “tolong biarkan aku sendiri, Ben!” teriakku dengan menahan air mata ini. Aku tak tau mengapa aku merasa sedih saat mendengarkan ungkapan perasaan Ben untukku, karena aku tau, aku sangat tak pantas untuknya, aku juga mencintainya, tapi perbedaan ini sangatlah jauh, mana mungkin lelaki seperti Ben yang terpandang bisa terus bersamaku, memutuskan tali persahabatan dan menggantikannya dengan tali cinta. “kak Ben, sini kak!” tiba-tiba adik kecilku Ikbal membisikkan sesuatu kea rah Ben, disisi lain Tika adik perempuanku menghampiriku “kak Bintang, ada pesan dari kak Ben, nih!” ia menyodorkan sebuah kertas yang berisi sebuah pesan, aku membaca pesan itu “Bintang, aku minta maaf jika aku salah mengatakan isi hati ini, tapi aku tulus Bintang, dan aku sama sekali gak bermaksud menghancurkan persahabatan kita, aku hanya ingin mengatakan ini, setelah ini aku akan balik ke Jakarta, karena orangtuaku yang memintaku untuk kembali dan tetap tinggal disana” (isi surat Ben). Aku menutup kertas itu dan segera berlari keluar rumah, “BENNN, BENN!! Please jangan pergi BENNN! Aku gak bisa tanpa kamu BENN!!” teriakku, aku pun terduduk diatas lantai, dengan wajah menunduk, dan air mata terjatuh didasar lantai. “aku gak akan pergi ninggalin kamu, Bintang,” suara itu yang aku kenal, aku beranjak dan menghadap kea rah Ben “bener, kamu gak akan pergi?” ucapku menahan sedih “iya, aku gak bisa jauh darimu, masa iya aku ninggalin gadis yang sangat aku sayangi,” kata Ben. “aku gak bermaksud nolak kamu, Ben. Aku juga sayang sama kamu, tapi aku gak bisa jadi kekasih kamu, aku udah janji pada diri ini, aku gak akan pacaran, paling tidak hingga aku mencapai impianku,” ucapku “iya aku ngerti, aku akan menunggu kamu, hingga kamu benar mendapatkan suatu apa yang menjadi impianmu,” ucap Ben.
                                                                   ***
“Hey” seru Ben mengagetkanku yang lagi asyik menulis “apa lagi sih, ngagetin aja mulu,” gerutuku padanya “sorry, aku punya kabar gembira, nih!” Ben menyodorkan sebuah Koran, artikel yang telah ia lingkari dengan spidol hijau. Aku membaca Koran itu, “OLIMPIADE MIPA TINGKAT NASIONAL” aku kembali menghadap wajah Ben yang sedari tadi ia semangat 45 “kamu tau apa maksudku?” ujar Ben “kita akan mengirim beberapa murid untuk mengikuti lomba MIPA ini,” ucapku “dan ini jalan satu-satunya, untuk membuktikan bahwa anak-anak disini tak sebodoh apa yang semua orang pikirkan, dan anak-anak mampu untuk bersaing dibidang akademik, ini kesempatan buatmu, Bintang, kamu bisa mengajari anak-anak, bukan hanya mendapat ilmu pengetahuan tetapi juga berprestasi,” ucap Ben dengan senyumnya. Hingga itu, aku mulai memilih beberapa murid yang pantas untuk mengikuti lomba MIPA. Semuanya terdiri 3orang, mereka adalah Ikbal, Tika, dan Akbar. Akupun mulai mengajari mereka bertiga, memberikan pemahaman materi, dan pemantapan soal-soal, dan pratikum, hingga memberi mereka sebuah beberapa buku pelajaran.  “kak, lain kali belajarnya jangan disini saja, bosen kak, kita kan jadi gak semangat belajarnya,” ujar Akbar muridku “memangnya kalian mau kemana?” tanyaku “ya keluar lah kak, belajar dimana gitu, biar kita semangat lagi belajarnya,” Ikbal menambahkan. “iya juga, kita belum memikirkan itu sebelumnya, adik-adik, gimana besok kita belajar diluar sekolah ini?” Ben mengusulkan “SETUJUUU, KAK!” serempak para murid. “memangnya kita mau kemana, Ben?” tanyaku dengan penasaran “ntar juga kamu tau,” ucap Ben dan kembali mengajar para murid dan disusul olehku. Hingga tiba keesokannya, disebuah Taman Bunga yang luas dan indah, ditambah Danau yang cukup luas, menambah indahnya tempat ini. Aku menghirup sejuknya pemandangan yang indah ini, semilir angin begitu berhembus semakin memanjakan indahnya suasana. Ku biarkan anak-anak untuk menikmati suasana sebelum mereka memulai pelajaran, “kamu suka tempat ini?” ucap Ben yang berada disampingku, aku hanya mengangguk sebagai tanda bahwa aku sangat menyukainya, “belum pernah aku temui tempat seindah ini,” ucapku “kamu bisa menyalurkan kisahmu disini, menuliskan beberapa inspirasimu,” ucap Ben “oh ya, aku udah selesai menulis kisah-kisahku, nih!” aku menyodorkan sebuah buku berbentuk note ke arah Ben. Ben menerima buku milikku. Dan membuka halaman pertama yang berisi judul “LINGKAR PENA”. “kenapa harus judul ini?” tanya Ben “iya, lingkar pena, sebuah arti dari kisahku, aku mau ngajarin anak-anak, gak apa-apa kan, aku tinggal?” ucapku dan Ben hanya tersenyum. Aku pun melanjutkan aktivitasku mengajari para murid. ‘dengan ini, aku bisa membuat Bintang senang’ suara hati Ben.
                                                                 ***
‘BINTANG LOVE BEN’ ukiran nama itu yang selalu menghiasi hari-hariku, yang terletak dibalik pohon samping sekolah itu. “Bintang” Ben mencolekku dari belakang, akupun menoleh ke arahnya. “coba tebak, aku bawa apa buatmu?” ucapnya, aku hanya menggeleng tanda tak tau apa yang ingin ia berikan lagi untukku “TARRAA!!” Ben menunjukkan sebuah Novel ‘LINGKAR PENA karangan BINTANG”. Aku sangat kaget saat itu, ini seperti mimpi bagiku, ternyata seorang Ben menrbitkan sebuah hasil karyaku yang berbentuk Novel. “ini Novelku?” ucapku sangat tak menyangka, menahan keluarnya air mata menandai kebagahagiaan, salah satu mimpiku yang telah terwujud. “iya, aku sengaja mengirim hasil karyamu ke salah satu penerbit, dan ternyata hasil tulisanmu mendapat respon yang baik dari penerbit, mereka suka akan hasil karyamu,” ucap Ben, tanpa banyak kata aku langsung memeluk Ben saat itu juga, mungkin karena aku terlalu senang saat itu. Ketika aku sadar, aku melepas pelukanku “maaf” ucapku tersipu malu, mungkin karena pertama kalinya aku mencoba memeluk lelaki. “gak apalah, aku juga ikut senang,” kata Ben dan aku hanya tersenyum. Hari itu, perlombaan akan dilaksanakan, dan kebetulan hari perlombaan, aku tak ikut. Karena aku tak bisa meninggalkan anak-anak yang lain yang ingin belajar. Dan hanya Ben yang mengantarkan mereka ke tempat perlombaan. Disebuah Gedung yang sangat luas, tepat terletak ditengah-tengah kota Bandung. “anak-anak, kakak yakin kalian pasti bisa, jangan lupa berdoa sebelum mengerjakan soal yang diujikan, disini ada kak Ben dan juga kak Bintang yang selalu mendukung kalian, WE CAN DO IT!” seru Ben menyemangati anak-anak. 2 jam kemudian perlombaan telah berlangsung, tampak para peserta lomba sangat antusias mengerjakan soal-soal yang telah diujikan. Beberapa jam kemudian, uji perlombaan telah usai, kini hanya menunggu hasil pengumuman pemenang dari para peserta. “dari hasil para dewan juri, kami memutuskan, pemenang olimpiade MIPA tingkat NASIONAL, adalah…” seru MC, dan melanjutkan kata-katanya “PELITA BANGSAAA!!” seru MC dengan mempersilahkan perwakilan murid dari pelita bangsa untuk maju ke atas panggung, dan tampak para penonton bertepuk tangan. “Alhamdulillah, kamu harus tau ini ,Bintang,” seru Ben, dengan menerima piala, sertifikat, medali, dan thropy, Tika sebagai perwakilan murid pelita bangsa angkat bicara “terima kasih kak Bintang, yang telah bersusah payah mengajari kami, dan terima kasih kak Ben yang tak pernah nyerah menyemangati kami agar terus berusaha, terima kasih PELITA BANGSA,” seru Tika dengan mengangkat pialanya dan sorak penonton memberi applause. “kalau boleh tau, kak Bintang itu siapa?” tanya MC “dia yang telah mengajariku dan kawan-kawan, dia guru yang baik buat kami, dan dia tak pernah marah ketika kami nakal, kak Bintang selalu sabar memberikan kami ilmu yang bermanfaat, kak Bintang guru yang berbakat, tapi sayangnya kak Bintang tak sempat meneruskan sekolahnya ditingkat SMA, ya karena soal  biaya yang tak dapat dia atasi, tapi kak Bintang gak pernah menyerah untuk menggapai suatu impiannya” ujar Tika. Saat itu mereka telah tiba, didusun. “kak Bintang, mereka datang! Kak Ben dan seorang bapak yang memakai mobil mewah,” ujar salah seorang muridku. Aku langsung menghampiri mereka, dan melihat beberapa piala dan medali yang mereka bawa. Aku ingin meluapkan kesenanganku saat itu juga, saat aku tak menyangka melihat mereka yang telah membawa nama baik sekolah PELITA BANGSA. Tanpa berfikir panjang, aku langsung memeluk anak-anak dengan tangisan bahagia yang ku bawa. Ku tak peduli pada siapapun saat itu, yang ada dibenakku saat ini, aku bisa membuktikan bahwa anak-anak didusun ini bisa berprestasi. “apakah anda saudari ,Bintang?” tanya seorang lelaki tua yang berpenampilan mewah, kemeja putih dan jaz hitam dan dibelakang terdapat mobil mewah. Aku mengangguk menjawab pertanyaannya, “saya adalah salah satu juri dari olimpiade MIPA, ketika saya melihat potensi anak-anak asuh anda, saya tidak ragu lagi untuk menawarkan kepada guru yang berbakat seperti anda, untuk menerima tawaran saya,” ujar bapak itu “tawaran apa?” tanyaku tak menegerti “saya akan mengrimkan anda untuk bersekolah di New York, hingga ke tingkat perguruan tinggi. Dan sekolah ini akan saya bangun, untuk menjadi sekolah yang layak bagi anak-anak,” ketika mendengar itu, aku ingin berteriak sekeras mungkin, akan tercapainya semua mimpi-mimpi indahku, “ kamu dengar itu, Bintang?” ucap Ben yang sama senangnya. Aku langsung memeluk Ben kedua kalinya, meledakkan tangisan bahagiaku “aku senang Ben, aku udah bisa mencapai apa yang menjadi keinginanku,” ucapku.  Sekilas senyuman Ben, ia mulai terdiam saat itu ‘aku harus senang jika melihat Bintang sebahagia ini, tapi kenapa aku meras sedih? Saat Bintang akan meninggalkanku,’ suara hati Ben. “Bintang, apa kamu masih ingat, apa yang kamu katakana saat kau menolakku?” ucap Ben “tentu, aku masih ingat,” ucapku “terus apa jawabanmu?” tanya Ben kembali “aku mau jadi pacar kamu,” ucapku tersenyum. Ben langsung memelukku kembali “aku janji aku bakalan setia denganmu, aku senang karena kamu bisa mencapai apa yang menjadi keinginanmu,” ucap Ben dan melepaskan pelukannya dariku. “aku juga, jika aku telah berhasil dinegeri sana, aku janji, akan kembali untuk bersamamu, dan untuk semua anak-anak,” ucapku. Tampak anak-anak menangis melihatku akan pergi meninggalkan mereka, “Kak Bintang” seru anak-anak, ingin meraih tanganku yang telah berada didalam mobil. “hati-hati, Bintang! Anak-anak, kak Bintang gak pergi kemana-mana, dia hanya akan sekolah, nanti kak Bintang juga kembali kesini, bersama kita,” ucap Ben merangkul anak-anak, agar tak terus menerus menangisi kepergianku.
Aku bukanlah siapa-siapa, aku hanyalah seseorang yang ingin menggapai sebuah harapan yang menjadi impianku selama ini. Dan aku berjanji, akan kembali dan membawa kebanggan untuk kalian semua yang ku cinta, By: Bintang..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Ten Best Collection Books I Love

Assalamualaikum sahabat pembaca :) Setelah sekian lama aku mengabaikan blog pribadiku ini, dan akhirnya aku bisa mengisi tulisanku disini, hehe :D Maafkan, kelamaan nggak punya ide apa-apa ngisi tulisan disini, setelah aku sering banget main-main di wattpad.. :D Ok, kali ini aku akan membahas sesuai judul yang kutulis. Yaitu 10 buku koleksiku yang paling aku suka. Sebenarnya koleksi buku aku banyak banget. Kamar aja udah hampir dibuat kayak taman bacaan gitu, hehe. Tapi dari banyak koleksi buku aku yang paling sering aku baca dan yang aku suka, aku memilih 10 buku aja. Well, membaca sebuah buku bagi kita itu sangat nggak asing. Dan banyak masyarakat yang menyukai membaca buku. Teruntuk aku sendiri, bagi aku buku itu ialah jendela semua ilmu pengetahuan. Ya meskipun dari banyaknya koleksi buku aku, memang kebanyakan novel atau buku antologi. Dan ada juga beberapa buku-buku non fiksi yang bisa digunakan untuk belajar. Tapi disemua kategori buku itu bukan berarti kita nggak bisa dap...

Secarik Kertas Dan Sebatang Pena

Jika kalian mendengar dua kata benda di judul atas, sepertinya biasa saja. Bagiku dua benda tersebut sangat luar biasa. Mengapa kubilang begitu? Tanpa kertas,  aku tak akan mengenal tulisan pena. Tanpa pena, aku tak akan mengenal secarik kertas yang biasa kutulis hampir setiap waktu senggangku. Bagiku--kedua benda di atas telah menjadi sahabat tulisanku selama hampir dua tahunan yang lalu. Mereka yang sampai saat ini selalu kukenang dalam dunia literasiku. Secarik kertas dan sebatang pena yang kukenal lama semenjak aku masih berada di bangku sekolah menengah atas. Waktu itu aku sedang menjabat sebagai anggota jurnalistik redaksi sekolahku. Tepatnya di sebuah Madrasah di kota santri Situbondo. Aku sedang bersekolah di MAN 2 Situbondo, dari sana aku mulai mengenal apa itu dunia literasi. Pertama kali lewat secarik kertas dan sebatang pena yang sering menemani waktu senggangku menulis di pojok kelas. Waktu istirahat tiba aku selalu saja mengeluarkan sebuah buku yang berisi lemb...

Cerpen- DI AKHIR SENJA BIRU

Senandung biru bertebaran menggelayuti awan putih nan salju. Semilir angin begitu menghembuskan udara segar dibalik kicauan burung dipagi hari. Pancaran cahaya terlihat jelas saat bergelantung menembus arah jendela kaca, disebuah kamar seorang gadis remaja. Derap langkah perlahan gadis itu mendekat ke sudut kaca, sembari ia meraih sebuah kamera dilentikan jemari yang telah tergenggam. Nampak jelas beberapa potretan dibalik kamera, terpajang rapi ketika gadis itu tersenyum menatap foto-foto dirinya. ‘ Krakk.. ’ Suara pintu terbuka ketika seorang gadis setengah baya tiba memasuki kamar. “Kak Nadya, ada yang cari kakak..” Ucap gadis manis berkaca mata dihadapan Nadya, dia Seilla adik dari Nadya. “Siapa ?” Tanya Nadya seolah pasang kening kerut. Sesaat ia terhenti dengan kameranya. “Kak Romy,” Kata seilla dalam menyingkat perkataan itu, ia melangkah .. Sembari Nadya begitu terdiam sesaat mendengar nama itu kembali, ‘ Kenapa harus saat ini? Kenapa harus sekarang d...