Senandung
biru bertebaran menggelayuti awan putih nan salju. Semilir angin begitu menghembuskan
udara segar dibalik kicauan burung dipagi hari. Pancaran cahaya terlihat jelas saat
bergelantung menembus arah jendela kaca, disebuah kamar seorang gadis remaja.
Derap langkah perlahan gadis itu mendekat ke sudut kaca, sembari ia meraih
sebuah kamera dilentikan jemari yang telah tergenggam. Nampak jelas beberapa
potretan dibalik kamera, terpajang rapi ketika gadis itu tersenyum menatap
foto-foto dirinya.
‘Krakk..’
Suara
pintu terbuka ketika seorang gadis setengah baya tiba memasuki kamar.
“Kak
Nadya, ada yang cari kakak..” Ucap gadis manis berkaca mata dihadapan Nadya,
dia Seilla adik dari Nadya.
“Siapa
?” Tanya Nadya seolah pasang kening kerut. Sesaat ia terhenti dengan kameranya.
“Kak
Romy,” Kata seilla dalam menyingkat perkataan itu, ia melangkah ..
Sembari
Nadya begitu terdiam sesaat mendengar nama itu kembali, ‘Kenapa harus saat ini? Kenapa harus sekarang dia hadir kembali? Atau
aku hanya bermimpi? Ah! Sudahlah! Aku harus tahu kejelasannya saat ini!’
Gumam hati Nadya.
Langkahan
kaki itu begitu terhenti sesaaat Nadya menatap Romy yang kini tengah berada
dihadapannya.
“Hai,
Nad?” Sapa Romy dengan senyuman hangat.
“Ada
perlu apa lagi? Bukankah semua itu jelas?” Begitu Nadya dengan tatapan sinis.
“Nad,
aku tahu ini kesalahan ku. Aku memang egois mengambil keputusan itu.. Tapi
jujur aku masih sayang kamu,” Ucap Romy, sempat membuat Nadya membisu.
“Maafin
aku, Nad ?,” Kata Romy kembali.
“Kalo
pada dasarnya sayang, aku pasti maafin..” Kata Nadya, ia begitu enggan berharap
penuh dengan sosok kehadiran yang pernah menghias kisah Nadya.
“Aku
ingin kita kembali seperti dulu, aku akan usaha perbaikin semua.. Buat kamu,”
Kata Romy, sontak ia mulai menggenggam jemari Nadya.
“Kaca
yang terpecah mungkin tak kan kembali utuh lagi, semua itu abstark.. Maafin,
tapi belum bisa lupain rasa perih,” Kata Nadya.
“Jadi..
?” Tanya Romy,penuh berkaca dengan harapan yang mungkin penuh pada kehadiran
Nadya.
“Sebulan
itu udah nunjukin kata cukup, aku gak bisa lagi ngulang kisah itu kembali..”
kata Nadya, ia melepas genggaman Romy. Ia pun melangkah pergi.
Lentikan
jemari menaungi keredupan begitu menyelimuti rasa gelisah pada Nadya. Tangis
itu mulai membasahi rautan wajah Nadya. Ia nampak menekan arah tombol pada
kamera, tetesan air yang menghapus senyuman manis, begitu terarah sesaat jemari
itu menekan tombol delete pada foto
terpampang dikamera genggaman Nadya.
“Kak..
yang sabar yaa? Bukannya kakak yang mutusin semuanya, kakak yang milih ini yang
terbaik buat kakak..” Kata Seilla yang begitu berada merangkul kesedihan
kakaknya.
“Mungkin
kakak yang terlalu bodoh,” Ucap Nadya sontak tangisnya begitu mengalir pada
raut wajah.
“Gak
kak, kakak gak bodoh! Ini sudah takdir, kita gak akan tahu apa yang akan
terjadi ke depan. Mungkin kak Romy bukan untuk kakak, dan kakak bukan untuk kak
Romy.. Aku yakin, kakak pasti akan dapat yang lebih dari kak Romy, coba
ngelupain kak Romy dari sekarang! Dan coba buka hati hati kakak lagi,” Kata
Seilla.
Ditengah
sudut gemerlapan malam tak berujung, langkahan Nadya tampak keluar dari arah
toko accesories. Beberapa kisaran
cahaya telah menghias indahnya malam disudut naungan bintang berpijar. Nadya terhenti
saat ia mendaratkan dirinya tepat disebuah bangku yang terletak ditrotoar sudut
pijaran lampu kota. Mata itu tak henti menatap lalu lalang kendaraan
dihadapannya kini.
“He’emb,”
sontak suara itu berhasil membuyarkan lamunan Nadya. Lantas ia melihat seorang
lelaki sebaya yang berada disampingnya kini. Ia tampak mengenakan jaket hitam
pekat.
“Sendirian
aja mbak? Cewek itu gak baik sendirian dipinggir jalan, apalagi ngelamun..
kesambet ntar loh,” Kata lelaki sebaya itu.
“Maksud
kamu?” Tanya Nadya. Wajahnya sengaja seolah menatap sinis.
“Eh
sorry, aku hanya bercanda, ehmm..
Raka?” Ucap lelaki yang bernama Raka. Sembari ia mengulurkan telapak tangannya.
Dengan
cukup ragu Nadya membalas uluran tangan Raka.
“Nadya,”
Ucap Nadya cukup gugup.
“Ehmm..
Ok, kenapa? Lagi galau ya?” Tanya Raka, sejenak ia menghela nafas.
“Biasa
aja kok, lagian tahu banget kalo orang lagi galau?” Kata Nadya.
“Hehehe,
iyaa.. dari wajah kamu, tatapan kamu waktu ngelihat jalanan itu seperti sayu,”
Ucap Raka.
“Iyaa
sih, aku pikir hanya dengan cara ini, duduk disini, sendirian.. udah gitu
natapin lalu lalang, hati aku terasa damai,”
“Oh,
soal.. pacar yaa? Ehmm.. sorry, nebak
doang kok,” ucap Raka sesaat ia menatap wajah Nadya dengan penuh rasa heran.
“dibilang
pacar udah nggak, dibilang mantan.. mungkin,” Ucap Nadya.
“Jadii..
Game over storynya, hehehehe..” kata
Raka sembari ia tertawa.
“Kenapa?
Lucu pasti yaa?” Ucap Nadya.
“Nggak
sih, aneh gitu dramatis banget! Kebanyakan 98% remaja saat ini, kalo lagi galau
storynya pasti lagi end sama pacar,” Ucap Raka.
“Mungkin
kedengerannya emang aneh,” kata Nadya.
“Aku
ngerti prasaan kamu, sudahlah! Yang lalu biarlah berlalu, hidup itu gak harus flashback, intinya life is goes on!” kata Raka, mencoba membuyarkan kesedihan Nadya.
“Benar
kata kamu, life is goes on.. Tapi
susah kali yaa..?”
“Hei,
Nadya! Sini deh, coba kamu tatap aku..” Ucap Raka. Sembari mata Nadya mencoba
perlahan menatap Raka.
“Terkadang
bintang itu hadir dimalam hari, dan hilang saat hari berganti pagi, hingga hari
itu kembali malam. Terkadang rintikan hujan turun membasahi dedaunan, hingga
akhirnya membawa pelangi.. kamu pasti ngerti maksud aku,” Kata Raka.
“Aku
masih nggak ngerti maksud kamu,” Sahut Nadya.
“Life is go on! Not to flashback, itu jadi perumpamaan dari kata-kata aku barusan,
coba deh cerna sendiri, kamu pasti bisa!” Kata Raka, ia pun mulai beranjak
meninggalkan Nadya.
‘Mungkin benar kata Raka, percuma aja aku sedih
hanya karena seorang yang pernah ngecewain aku sebelumnya, aku juga gak bisa
kan, berharap terlalu besar untuk seorang itu, yang nyatanya belum tentu dia
akan merasakan hal yang sama.’ Gumam Kata hati Nadya.
Sorot
fajar seketika menembus pancaran mengesankan ketika rasa gelap itu terbawa
mimpi. Perlahan katup kelopak mata Nadya mulai membuka ketika sinar
membangunkan dirinya. Dengan langkah cepat Nadya segera membereskan diri, ingat
hari ini ia ada jadwal kuliah pagi.
“Ma..
Nadya berangkat yaa ? Assalamualaikum,” Pamit Nadya saat ia bersalaman dengan
ibunda tercintanya.
Perlahan
langkah itu beranjak meninggalkan arah rumah. Hingga tiba didepan gerbang,
Nadya begitu terhenti. Ia melihat sosok Raka kini berada dihadapannya, seolah
Raka melempar senyuman pada Nadya.
“Mau
ke kampus kan? Kebetulan tujuan kita sama-sama satu kampus,” sembari Raka
tersenyum saat berucap.
“Ka..
kam, Kamu.. Tahu darimana aku tinggal disini? Kita satu kampus ya?” Ucap Nadya,
saat ini ia benar-benar bersikap salah dihadapan Raka, mungkin gugup.
“Hehehe,
nanti juga kamu bakal peka maksud kehadiran aku disini,” Kata Raka, ia begitu
melangkah mendahului langkahan Nadya. Sedang Nadya tampak ia terdiam,
pikirannya masih enggan terhenti melontarkan tanda tanya.
‘Peka? Maksud Raka apa? Ya tuhan.. kenapa
disaat tangis itu hadir, tiba-tiba raka hadir dan berhasil ngehapus kesedihan ku.
Dan kenapa harus dia yang hadir disaat aku rapuh?’ Gerutu hati Nadya.
Suasana
dikampus saat ini cukup beradaptasi dengan kehadiran Nadya dan Raka yang baru
saja tiba.
“Ehmm..
makasih ya ? Udah mau ngajakin bareng ke kampus,” Ucap Nadya, ia cukup ragu.
“Ok,
sama-sama.. ya udah kalau gitu, aku duluan ya, Nad?” Kata Raka. Langkahannya
mendahului Nadya, sembari beranjak membawa sepeda gunungnya.
Sontak
seusai Nadya kembali menetapi ruang kelas,
‘Brakk’
Jemari
itu tak sengaja menjatuhkan beberapa buku sedari tadi stay tepat dibangku
Nadya. Dengan langkah cepat ia meraih beberapa buku-buku yang berserakan
dilantai, genggaman itu terhenti ketika menatap sebuah surat yang terselip
disalah satu buku karya sastra favorite Nadya. Dengan menghela nafas, ia membuka
perlahan isi surat itu..
Dear
Nadya,
Seuntai kata tertulis, mengisah pada setiap insan..
Memang segontai terucap tak mampu berlisan..
Tampak sorotan roman menderap pada rangkulan
cakrawala senja..
Sayu namun menggelayuti kata dramatis berlirih
perih..
Sontak lukisan nuranibegitu mengimbangi naungan
biru..
Senja.. setapak tak berlalu menatap ruang arti
sorotan malam, pijaran lalu lalang sempat terurai sesaat jemari itu mulai
berkata,
‘Rintikan usai menghujani kalut mendamba! Mulailah
berpijak pada arti yang tak selalu mendekam! Percaya bahwa sosok mentari kan
menyinari suatu nanti!’
Walau kehadiran bayangan telah sekilas mendekap
membalut rasa yang pernah tiada,
Meski bintang itu tak menyadari, namun pijaran itu
kan selalu ada..
Tuk selalu mencari arti, arti kebahagiaan kan
perlahan menaungi rasa gelap malam,
For Secret,
Seuntai
kata demi kata yang tertulis sempat membuat Nadya enggan menghentikan deretan
kata yang berbaris menjelajahi matanya. Ia sempat ingin mengehtahui, entah
siapa akhir-akhir ini telah mengirimkan berbagai untaian puisi pada dirinya.
Yah, ia sering menerima romansa puisi dari orang yang tak tahu ia siapa. Selalu
tertulis for ‘Secret’.
‘Tittt.. Titt..’
Deringan
ponsel itu tampaknya bergetar di selah saku celana Nadya. Dengan langkah berdecak
ia pun meraih ponselnya. ‘Raka aditya’
Ternyata Chat line yang tertera ialah Raka.
‘Eh.. tunggu! Dari mana Raka tahu ID Line aku?’
begitupun suara hati Nadya berkata.
‘Raka Aditya’
Nanti sore, Bisa kita ketemu ?
----
‘Nadya Sintya’
Dimana ?
----
‘Raka Aditya’
Suprise aja.. Ntar, aku jemput kamu jam 4,
----
Usai
itu, Nadya selalu bertanya-tanya.. Dalam pikirannya kini, kira-kira Raka mau
ngajak kemana? Dan entah sebagainya yang kini melintas di otak Nadya.
Hingga
hari menjelang sore, tepatnya pukul 16.30. Terlihat Raka saat kini stand by berdua bersama Nadya diujung
atas bukit. Menatap indahnya sore diatas bukit, adalah pertama kali dalam
sejarah Nadya untuk bersama seorang lelaki selain Romy, yaitu Raka.
“By the way, untuk apa kita kesini? ”
Tanya nadya yang sekilas memulai pertanyaan yang ia lontarkan begitu saja pada
Raka, yang sedari tadi ia terlihat terdiam menatap pemandangan hari nan sore.
“Lihat
senja,” singkat kata dari Raka, sembari ia menghela nafas sejenak. Seuntai
senyuman Raka nampak terlukis sekilas sesaat ia memalingkan muka pada Nadya.
“Kamu..
ehmm.. suka.. senja?” Sahut Nadya kembali, membuat ia semakin ingin memutar
keadaan sesaat ia benar-benar tersentuh oleh senyuman yang seakan membuat
dirinya nyaman berada didekat Raka.
“Ya..
Kadang kala lalu lalang malam gak seindah seperti aku menatap senja, prasaanku
jauh lebih nyaman ketika senja tiba,” sahut Raka.
“Yakin
deh, kalo kamu memandang senja.. pasti prasaanmu jauh lebih tenang, Kamu udah
pernah lihat senja?” Kata Raka kembali. Begitu jelas sesaat bola mata kristal
begitu tersorot menyergap arti pada wajah Nadya.
“Ehmm..
belum sih,” Ucap Nadya,
“Seriusan?
Sama sekali pun?,” Sergap Raka ketika ia memperoleh jawaban Nadya yang tak ia
duga sebelumnya.
“Beneran..
Tapi aku pernah lihat di internet sih, Upps..”
Kata Nadya yang ketika itu mulai menutup bibir mungilnya dengan sekilas tawa
kecil.
“Yaelah..
itu mah cuman foto-foto aja, lebih serunya lagi kalau ditatap langsung.. Gak
kalah serunya lihat sunset di Bali,” Seru Raka menyahut perkataan Nadya.
Sejam
berlalu, hingga seketika itu terlihat dari arah sorot nan kejauhan. Terselimuti
dengan tebaran cahaya biru nan indah, campuran antara jingga elegi yang begitu
menyamari indahnya senja pada sore itu. Tak lupa Raka meraih satu foto bersama
tebaran senja yang nampak ditengah-tengah ujung langit nan biru. Usai sekilas
bersahabat dengan potretan, lentikan itu terhenti sesaat menatap wajah Nadya
sempat terpejam.
“Nadya..
Lihat itulah senja,” Sahut Raka yang sempat membangunkan pejaman mata Nadya. Seuntai
senyuman itu mulai muncul, ketika kelopak mata yang terpejam mulai terbuka.
“Aku
sengaja memejamkan mataku, sebelum aku melihat senja untuk pertama kali, aku
hanya ingin sejenak berkhayal senja ada didalam hatiku. Dan ketika aku buka
mata, senja itu ternyata lebih dari apa yang kamu katakan.” Ucapan Nadya
sekilas itu membuat hati Raka tenang, ia mulai terlihat begitu mengagumi
seorang gadis yang kini tengah duduk bersamanya. Walaupun bagi Raka, Nadya tak
pernah menyadari apa kata isi hatinya.
“Ok,”
Singkat perkataan Raka, ia pun sembari meletakkan kamera miliknya ke dalam
Ransel.
“Makasih
ya?” Sontak perkataan Nadya membuat tatapan Raka beralih pada jajaran sudut
naungan wajah yang pernah membuat ia terpesona sebelumnya.
“Buat
apa?” Tanya Raka kembali,
“Yaa..
Makasih, karena kamu, aku bisa tersenyum kembali. Apalagi saat kamu ngajak aku
ke sini, ngelihatin senja.. berdua.. bersama.. di atas bukit.. itu moment yang
indah banget bagi aku, ketika aku pertama kali ngelihatin senja,” Kata Nadya,
bibirnya seolah mengukir senyuman.
“Ok,
aku suka senja.. karena warna jingganya, jingga itu menunjukkan kehangatan,
Cerah dan penyemangat. Makanya aku suka warna itu, hingga aku menatap pertama
kalinya saat senja itu muncul,” Perkataan Raka kembali mencerahkan senyuman
manis Nadya.
Tiba
pada naungan malam tepat disudut lalu lalang yang nampak begitu menghias
jajaran pertokoan diarah sekeliling Raka yang saat ini bersama Nadya. Genggaman
itu tiba-tiba mengagetkan suasana Nadya, lentikan jemari Raka mulai menyapa hangat
pada seuntai jemari Nadya.
Langkahan
itu sempat terhenti, saat Raka menatap mata kristal Nadya yang begitu mencuri
hatinya sejak awal. Dengan rasa tak menentu, ia menghela nafas. Sontak membuat
tatapan gadis manis itu terhenti sempat bertanya-tanya.
“Ehmm..
Nad,” Kata Raka memulai pada nadya, dengan mata terpejam. Raka mulai menghela
nafas,
“Nad..
Aku..”
“Hei!
Raka! Malah disini ternyata, apa kabar?” sontak suara itu membuat pejaman itu
terhenti, Raka menoleh pada arah suara itu, Romy.
“Rom..
Romy..?” Kata Nadya, dengan wajah tersentak ia tak menyangka seorang yang
pernah hadir dan menghiasi hatinya kini tengah berada dihadapannya. Dan
mengenali sosok Raka.
“Nadya..”
Kata Romy, ia mulai menunduk kan wajahnya. Sempat ia berfikir hal yang sama
dengan Nadya.
Sedang
Raka hanya terdiam, ia tak mengerti apa yang terjadi antara Romy dan Nadya.
“Aku
gak nyangka.. Aku benar gak ngerti maksud semua ini apa? Aku kecewa sama
kalian..!” Ujar Nadya dan sembari melangkah dari arah mereka.
“Rom..
Ada apa sih sebenarnya?” Sahut Raka saat melihat kepergian Nadya yang lumayan
jauh dari pandangannya.
“Raka,
gadis yang pernah aku ceritain sama kamu, gadis itu Nadya,” Ucap Romy, sontak
wajah polos dihadapan itu tak menyangka,
‘Ternyata,
gadis yang selama ini aku sayang, dia mantan Romy? Uhh.. aku gak nyangka, bakal
seperti ini,’ Sahut kata hati Romy. Dengan rasa yang begitu campur aduk, bagi
hati Raka. Ia masih enggan menerima semua ini terjadi.
***
Cerahnya
pagi ini tak begitu membuat hati Nadya menenggelamkan keredupan itu hingga
sirna. Nadya masih saja enggan melupakan apa yang ia alami kemarin malam. Ia
berfikir, semuanya hanya akal-akalan Raka dan Romy. Tapi apa itu benar bagi
Nadya? Meski ia tahu, ia masih belum bisa melupakan Romy seutuhnya. Meski
dengan kehadiran Raka, perlahan bayangan masa lalu terganti dengan sosok yang
membuat ia nyaman kembali.
Raut
wajah yang sempat terhenti saat tatapan Raka kembali berhadapan dengan Nadya.
Sedetik itu Nadya beralih pandang dengan arah lain, ia melanjutkan langkahannya
kembali. Melewati sosok yang hampir saja membuat rasa itu aneh-nyaman bagi
Nadya, meski Nadya tak mengerti itu apa?
Raka
kembali menyusuri koridor fakultas, sempat ia tak tahu ketika kertas yang
berada digenggamannya tergeletak dilantai pada saat ia bertemu Nadya. Tanpa
peduli apapun, Raka mengehela nafas, ia melanjutkan arahnya.
“Nadya..”
Panggil Dera teman sekelas Nadya. Ia tampak menghampiri Nadya, rautnya seperti
ingin mengatakan hal penting.
“Ada
apa, Ra?” Tanya Nadya,
“Ini,
ada surat buat kamu,” Kata Dera, jemarinya menyodorkan sehelai kertas jingga
pada Nadya, hingga Nadya meraihnya.
Dear Nadya,
Kata senja memang selalu indah menderap pada
langkahan mata kristal,
Meski sorotan jingga tak mampu menggenggam jemari
mungil yang sempat terlepas arah,
Seuntai kata terucap mencampak lidah yang hanya bisa
bungkam,
Kisah jingga begitu menyelimuti sejenak mimpi indah
sembari terpejam tebaran nan biru,
Mungkin ! sempat terhenti, ketika arah sorotan
cahaya meredupkan ! mengecewakan akan hadirnya senja elegi !
Meski hati tak bisa mengungkap arti senja jingga
dalam elegi meredupkan arti sinar cinta.
From Secret,
“Kamu
ketemu sama orangnya? Hingga surat ini, bisa ada sama kamu?” Tanya Nadya
kembali.
“Nggak,
aku nemuin surat itu.. dikoridor, dekat kelas arsitek. Sekilas lelaki itu, udah
berlalu lumayan jauh, sejak surat jatoh, Nad.” Kata Dera.
Usai
Nadya terhenti, berkutat dengan barisan tulisan itu, ia bergegas menuju luar
kelas. Sembari Nadya berjalan menulusuri arah koridor yang tak jauh dari arah
kelasnya. Sontak ketika langkah Nadya terhenti, tepat yang tak jauh dari arah
Raka yang sempat bercengkerama bersama kawannya.
“Ka,
gimana hubungan kamu dengan Nadya?” Kata Kevin, kawan Raka.
“Hubungan
apaan, lagian kita gak ada hubungan apa-apa tuh. Nadya nganggap aku sobatnya,
begitu juga sama dengan aku,” Kata Raka.
“Alah! jangan sok bohong deh! bukannya
waktu itu kamu bilang, kalo kamu suka sama Nadya? Kalo kamu gak suka, ngapain
selama ini kamu pakai ngirim untaian puisi segala, itu udah modus tahu!” Kata Kevin,
“Iya
sih.. Aku memang sayang sama Nadya, dan itu melebihi sahabat. Meskipun Nadya
tak pernah tahu isi hatiku, dan kayaknya.. Dia gak pernah mau peka dengan
beberapa puisi yang aku kasik buat dia, with writing secret. Dan aku juga
benar-benar gak nyangka sebelumnya, ternyata Nadya itu adalah gadis yang pernah
hadir dihati Romy, Abang aku. Yaa.. aku gak mau aja, ngecewain Romy yang
jelas-jelas dia masih sayang sama Nadya. Meskipun itu.. Aku gak bisa ngelupain
Nadya!” Kata Raka, sejenak ia menghela nafas.
“Ooh..
Jadi itu alasannya, kamu ngejauhin Nadya?” Kata Kevin, yang masih menelan
beberapa pilus yang ia lontarkan begitu saja.
“Bukan
hanya aku, justru aku ingin selalu ada didekat dia. Disaat lagi butuh, atau pun
dia lagi ceria. Dan Nadya juga coba menghindar dari aku tuh, mungkin karena
kejadian kemarin..” Ucap Raka kembali,
Langkah
Nadya terhenti, saat ia melepaskan cengkeramannya pada arah dinding, ia tampak
berbalik arah.
‘Apa iya aku juga punya prasaan yang sama
dengan Raka? Jadi.. Puisi-puisi itu.. Ahh! Coba aja aku tahu ini sebelumnya,
Tapi.. Romy? Aku gak pernah lagi ada prasaan sama dia, sedang dia hanya masa lalu
aku. Uhh.. ini semua salahku! Kenapa kemarin salah paham segala? Apa yang
kemarin itu...’ Batin Nadya, kata hatinya sempat terhenti sesaat ia
mengingat hal kemarin saat ia bersama Raka.
(Flashback)
“Ehmm..
Nad, Aku..” Ucap Raka dengan tatapan keringat dinginnya saat menatap mata
kristal gadis yang tengah berada dihadapannya kini.
(Now)
‘Yap..
Mungkin dia mau nyatain prasaannya sama aku, Uhhh... bodoh banget sih, Nadya!
Coba aja aku gak kabur gitu, gak akan gini kan, ? Truss.. Aku harus gimana?’
Gerutu kata hati Nadya.
Hari
berganti malam, nampaknya semilir angin tetap bersahabat dengan indahnya
gemerlapan bintang dan cahaya bulan. Malam itu Nadya menatap sinar bintang yang
tampak begitu manis, sembari berkawan dengan secangkir cokelat hangat yang
semakin menyelimuti dinginnya malam ini.
Earphone itu tetap setia
melekat pada kedua telinga Nadya, diiringi dengan musik favoritenya.
Tiba-tiba..
‘Tittt.. Tittt.. Tittt...’
Deringan
ponsel Nadya, sontak membangunkan Nadya dari lamunannya yang baru saja
diselimuti dengan tebaran lagu yang sweet
baginya.
“Hallo,
Assalamualaikum,?” Ucap Nadya seusai ia menekan layar touchcreen pada ponselnya.
“Hei..
Hal, hallo.. Waalaikumsalam, Nadya,” Ucap seseorang yang tak asing lagi bagi
Nadya.
‘seperti suara Romy,’ gerutu hati Nadya.
“Maaf,
anda siapa?” Sembari Nadya melontarkan pertanyaan pada seorang itu.
“Ehmm..
ini.. ini aku, Nad. Romy,” Ucapan itu tampaknya terbata-bata.
“Romy?”
Nada Nadya lumayan kaget sesaat dia tahu, ternyata Romy masih menyimpan
nomernya.
“Eh..
Iya Nad, ehmm.. Aku.. Duh, gimana yaa?” Sahutan itu tak sama sekali membuat
Romy semakin ragu dengan ucapannya.
“Kenapa?”
Tanya Nadya kembali,
“Ehmmm..
Kalau kamu ada waktu luang, bisa.. kita ketemuan ditempat favorite kamu?” Kata
Romy, Ia lumayan gelisah dengan menanti jawaban Nadya yang selalu membuat
hatinya tak ragu.
“Ehmm..
Ok,” Sahut Nadya dengan singkatnya,
Tibalah
Nadya bersama seseorang yang pernah berada dihatinya. Tepatnya pinggiran jalan
dan sekeliling pijaran lalu lalang favorite Nadya. Hembusan itu tampaknya
sedikit membuat hati Romy tenang.
“Hei..
Apa kabar, Nad?” Kata Romy mulai dengan perkataannya,
“Baik..
Ehmm, Kalau kamu..?” Kata Nadya, ia sedikit ragu dengan jawabannya.
“Baik..
Ehmm.. Kamu.. Satu kampus ya, sama Raka?” Ucap Romy kembali,
“Iyaa..
sih,” Jawab Nadya, ia semakin memainkan lentikan jemari mungilnya, rasanya.. Ia
ingin waktu segera berganti esok. Kalau saja Nadya masih duduk berdua dengan
Romy malam ini.
“Kayaknya..
Raka suka sama kamu tuh,” Kata Romy, nadanya semakin tak menentu. Ia terpaksa
berkata sejujurnya tentang Raka, adik sepupunya itu.
“Aku
nggak tau.. Mestinya kamu yang lebih tahu, kamu saudaranya kan?” Sahut Nadya,
seenggaknya ia tak merasa kaget dengan lontaran ucapan Romy. Mengingat ia sudah
tahu jika Raka menyukainya.
“Iyaa..
dia pernah ngomong tentang seorang gadis yang ia cintai, dan sejak kita
tiba-tiba ketemu kemarin, aku bisa nebak dari awal, gadis menurut cerita Raka,
itu kamu..” Tampaknya Nadya masih bungkam dengan perkataannya.
“Kadang
aku sempat heran, kok bisa ya? Aku dan Raka yang sama-sama saudara, dan kita
harus mencintai satu gadis yang sama, dan gadis itu kamu.. Yaa.. Meskipun kamu
hanya mantan aku,” Romy terhenti dengan ucapannya, ia perlahan mulai
menggenggam jemari Nadya.
“Nad..
Tolong jawab jujur sama aku, apakah.. Aku masih ada harapan utuh atau.. Kamu..
Suka sama Raka juga?” Tatapan Romy seakan penuh arti, Nadya makin gelisah
dengan tatapan Romy. Namun Nadya masih saja terdiam.
Namun,
tanpa mereka berdua tahu, ternyata Raka telah melihat Romy bersama Nadya saat
itu. Ternyata Raka berada dibelakang yang tak jauh dari mereka. Dengan geram,
Raka berbalik arah, dan ia pun berlalu diantara kerumunan orang yang lagi
berjalan santai diarah trotoar.
“Kamu
tahu, Rom? Maafin aku yaa..?” Sontak ucapan itu tak sedikit membuat hati Nadya
legah.
“Iyaa..
Kamu gak perlu takut kalau aku bakal marah, dan aku juga gak bakalan marah sama
kamu. Aku hanya mantan kamu, dan aku gak ada hak ngelarang kamu, jika kamu mau
jatuh cinta sama siapa saja, dan aku udah bisa nebak dari awal, kamu pasti
jatuh cinta sama Raka,” Kata Romy, ia pun beranjak dari arah tempatnya bersama
Nadya, segera ia melangkah dari arah Nadya.
***
Keesokan
harinya dikampus, langkahan Nadya terhenti ketika ia merasa kaget dengan apa
yang dilihatnya pagi ini. ‘Raka dan Dera,’ mungkin hati itu terasa dituang
diatas air timah, dan rasanya itu terasa banget panasnya.. Itu bagi Nadya.
Ia
segera berbalik arah, dan melangkah.. Menjauh dari pemandangan yang sangat
membuat hatinya kacau kembali. Tak sama sekali meninpiskan air mata Nadya,
sesaat ia usai menatap seorang yang telah mencuri hatinya, dan kini ia bersama
kawan baiknya, Dera.
Sore
itu sama sekali Nadya bisa menghela nafas diteriknya fajar yang akan usai.
Tangisan yang masih tak menghentikan lentikan yang ia genggam. Tepat diatas
bukit, ketika Nadya pernah menginjakkan kakinya bersama Raka, untuk pertama
kalinya ia kenal dengan senja.
‘Kamu tega Raka ! Kenapa harus kamu yang
hadir dihidup aku, kenapa harus kamu yang berhasil buat aku merasakan cinta
lagi, ? Ka, kamu harus tahu isi hatiku juga, aku tahu aku memang bodoh ! Aku
bodoh, karena aku baru saat ini aku tahu, prasaan kamu, dan aku gak pernah mau
peka sama beberapa puisi biru- jingga yang pernah kamu beri, mulai dari lalu
lalang dan juga senja, semuanya gak bisa aku lupain ! harusnya dari dulu aku
sadar, tapi ini semua sudah terlambat ! Kamu gak tau gimana prasaan aku saat
Romy pernah nyakitin aku sebelumnya, tapi ini beda.. Ka..’ Batin Nadya.
“Aku
sayang kamu, Raka..” Sontak perkataan itu Nadya lontarkan ketika tangisannya
mulai semakin membasahi wajahnya.
Derap
langkahan itu terhenti tepat dibelakang Nadya,
“Suka
senja juga?” Ucap perkataan yang sontak membuat Nadya beranjak dari tempatnya.
“Raka..”
Ucap Nadya yang saat itu ia kaget, ketika Raka berada dihadapannya.
“Kamu..
Serius dengan apa yang kamu katakan, kan?” Kata Raka,
“Ja..
Jadi.. Kamu.. Udah dengar perkataan aku?” Nada Nadya sekali itu ia gugup.
“Iyaa..
Aku sayang kamu, dan akulah pengirim puisi itu,” Ucap Raka, sekilas senyuman
itu ia lontarkan pada Nadya.
“Aku
udah tahu..” Kata Nadya, ia sembari tersenyum juga.
“Ok,
Aku sayang kamu.. Justru kamu belum nyatain prasaan kamu itu,” Sahut Raka,
dengan nada senyuman yang begitu menghipnotis Nadya.
“Tapi..
Deraaa..” Kata itu terhenti dari Nadya, saat ia melihat Dera bersama Romy yang
berjalan agak berjauhan, yang kini tengah berada dibelakang mereka berdua.
“Kenapa
sih? Oh iyaa.. aku lupa kabarin! Mulai saat ini, aku dan Romy sudah resmi
jadian,” Kata Dera.
“Loh?
Kok bisa.. Bukannya tadi..” Ucapan Nadya terhenti, sejenak ia tak menyangka.
“Iyaa,
Nad, aku ngedeketin Raka tadi pagi. Soalnya Raka mau ngomong soal Romy, dan
katanya, ternyata Romy sayang aku juga, thanks ya.. Ka?” Kata Dera, ia sejenak
tersenyum pada Raka.
“Ok,
terus.. gimana dengan kita?” Sahut Raka, ia seakan menanti jawaban dari Nadya.
“Loh..
Kenapa harus jawab lagi? Bukannya waktu kamu nguping apa yang aku omongin itu
sudah jelas?” Ucap nadya, ia seakan tak mau henti dengan sedikit tawanya.
“Jadi..
Kita..” Ucapan Raka masih tiada hentinya, saat saja ia melontarkan senyuman
tanda arti dari Nadya.
Ia
segera menggenggam jemari gadis yang selama ini ia sayangi.
Ditengah-tengah
sorotan senja biru, tak kalah indahnya dengan senyuman yang melukis indahnya
pemandangan sore.
~The –End~
Komentar
Posting Komentar