Langsung ke konten utama

Cerpen- DI AKHIR SENJA BIRU


Senandung biru bertebaran menggelayuti awan putih nan salju. Semilir angin begitu menghembuskan udara segar dibalik kicauan burung dipagi hari. Pancaran cahaya terlihat jelas saat bergelantung menembus arah jendela kaca, disebuah kamar seorang gadis remaja. Derap langkah perlahan gadis itu mendekat ke sudut kaca, sembari ia meraih sebuah kamera dilentikan jemari yang telah tergenggam. Nampak jelas beberapa potretan dibalik kamera, terpajang rapi ketika gadis itu tersenyum menatap foto-foto dirinya.

Krakk..

Suara pintu terbuka ketika seorang gadis setengah baya tiba memasuki kamar.

“Kak Nadya, ada yang cari kakak..” Ucap gadis manis berkaca mata dihadapan Nadya, dia Seilla adik dari Nadya.

“Siapa ?” Tanya Nadya seolah pasang kening kerut. Sesaat ia terhenti dengan kameranya.

“Kak Romy,” Kata seilla dalam menyingkat perkataan itu, ia melangkah ..

Sembari Nadya begitu terdiam sesaat mendengar nama itu kembali, ‘Kenapa harus saat ini? Kenapa harus sekarang dia hadir kembali? Atau aku hanya bermimpi? Ah! Sudahlah! Aku harus tahu kejelasannya saat ini!’ Gumam hati Nadya.

Langkahan kaki itu begitu terhenti sesaaat Nadya menatap Romy yang kini tengah berada dihadapannya.

“Hai, Nad?” Sapa Romy dengan senyuman hangat.

“Ada perlu apa lagi? Bukankah semua itu jelas?” Begitu Nadya dengan tatapan sinis.

“Nad, aku tahu ini kesalahan ku. Aku memang egois mengambil keputusan itu.. Tapi jujur aku masih sayang kamu,” Ucap Romy, sempat membuat Nadya membisu.

“Maafin aku, Nad ?,” Kata Romy kembali.

“Kalo pada dasarnya sayang, aku pasti maafin..” Kata Nadya, ia begitu enggan berharap penuh dengan sosok kehadiran yang pernah menghias kisah Nadya.

“Aku ingin kita kembali seperti dulu, aku akan usaha perbaikin semua.. Buat kamu,” Kata Romy, sontak ia mulai menggenggam jemari Nadya.

“Kaca yang terpecah mungkin tak kan kembali utuh lagi, semua itu abstark.. Maafin, tapi belum bisa lupain rasa perih,” Kata Nadya.

“Jadi.. ?” Tanya Romy,penuh berkaca dengan harapan yang mungkin penuh pada kehadiran Nadya.

“Sebulan itu udah nunjukin kata cukup, aku gak bisa lagi ngulang kisah itu kembali..” kata Nadya, ia melepas genggaman Romy. Ia pun melangkah pergi.

Lentikan jemari menaungi keredupan begitu menyelimuti rasa gelisah pada Nadya. Tangis itu mulai membasahi rautan wajah Nadya. Ia nampak menekan arah tombol pada kamera, tetesan air yang menghapus senyuman manis, begitu terarah sesaat jemari itu menekan tombol delete pada foto terpampang dikamera genggaman Nadya.

“Kak.. yang sabar yaa? Bukannya kakak yang mutusin semuanya, kakak yang milih ini yang terbaik buat kakak..” Kata Seilla yang begitu berada merangkul kesedihan kakaknya.

“Mungkin kakak yang terlalu bodoh,” Ucap Nadya sontak tangisnya begitu mengalir pada raut wajah.

“Gak kak, kakak gak bodoh! Ini sudah takdir, kita gak akan tahu apa yang akan terjadi ke depan. Mungkin kak Romy bukan untuk kakak, dan kakak bukan untuk kak Romy.. Aku yakin, kakak pasti akan dapat yang lebih dari kak Romy, coba ngelupain kak Romy dari sekarang! Dan coba buka hati hati kakak lagi,” Kata Seilla.

Ditengah sudut gemerlapan malam tak berujung, langkahan Nadya tampak keluar dari arah toko accesories. Beberapa kisaran cahaya telah menghias indahnya malam disudut naungan bintang berpijar. Nadya terhenti saat ia mendaratkan dirinya tepat disebuah bangku yang terletak ditrotoar sudut pijaran lampu kota. Mata itu tak henti menatap lalu lalang kendaraan dihadapannya kini.

“He’emb,” sontak suara itu berhasil membuyarkan lamunan Nadya. Lantas ia melihat seorang lelaki sebaya yang berada disampingnya kini. Ia tampak mengenakan jaket hitam pekat.

“Sendirian aja mbak? Cewek itu gak baik sendirian dipinggir jalan, apalagi ngelamun.. kesambet ntar loh,” Kata lelaki sebaya itu.

“Maksud kamu?” Tanya Nadya. Wajahnya sengaja seolah menatap sinis.

“Eh sorry, aku hanya bercanda, ehmm.. Raka?” Ucap lelaki yang bernama Raka. Sembari ia mengulurkan telapak tangannya.

Dengan cukup ragu Nadya membalas uluran tangan Raka.

“Nadya,” Ucap Nadya cukup gugup.

“Ehmm.. Ok, kenapa? Lagi galau ya?” Tanya Raka, sejenak ia menghela nafas.

“Biasa aja kok, lagian tahu banget kalo orang lagi galau?” Kata Nadya.

“Hehehe, iyaa.. dari wajah kamu, tatapan kamu waktu ngelihat jalanan itu seperti sayu,” Ucap Raka.

“Iyaa sih, aku pikir hanya dengan cara ini, duduk disini, sendirian.. udah gitu natapin lalu lalang, hati aku terasa damai,”

“Oh, soal.. pacar yaa? Ehmm.. sorry, nebak doang kok,” ucap Raka sesaat ia menatap wajah Nadya dengan penuh rasa heran.

“dibilang pacar udah nggak, dibilang mantan.. mungkin,” Ucap Nadya.

“Jadii.. Game over storynya, hehehehe..” kata Raka sembari ia tertawa.

“Kenapa? Lucu pasti yaa?” Ucap Nadya.

“Nggak sih, aneh gitu dramatis banget! Kebanyakan 98% remaja saat ini, kalo lagi galau storynya pasti lagi end sama pacar,” Ucap Raka.

“Mungkin kedengerannya emang aneh,” kata Nadya.

“Aku ngerti prasaan kamu, sudahlah! Yang lalu biarlah berlalu, hidup itu gak harus flashback, intinya life is goes on!” kata Raka, mencoba membuyarkan kesedihan Nadya.

“Benar kata kamu, life is goes on.. Tapi susah kali yaa..?”

“Hei, Nadya! Sini deh, coba kamu tatap aku..” Ucap Raka. Sembari mata Nadya mencoba perlahan menatap Raka.

“Terkadang bintang itu hadir dimalam hari, dan hilang saat hari berganti pagi, hingga hari itu kembali malam. Terkadang rintikan hujan turun membasahi dedaunan, hingga akhirnya membawa pelangi.. kamu pasti ngerti maksud aku,” Kata Raka.

“Aku masih nggak ngerti maksud kamu,” Sahut Nadya.

Life is go on! Not to flashback, itu jadi perumpamaan dari kata-kata aku barusan, coba deh cerna sendiri, kamu pasti bisa!” Kata Raka, ia pun mulai beranjak meninggalkan Nadya.

Mungkin benar kata Raka, percuma aja aku sedih hanya karena seorang yang pernah ngecewain aku sebelumnya, aku juga gak bisa kan, berharap terlalu besar untuk seorang itu, yang nyatanya belum tentu dia akan merasakan hal yang sama.’ Gumam Kata hati Nadya.

Sorot fajar seketika menembus pancaran mengesankan ketika rasa gelap itu terbawa mimpi. Perlahan katup kelopak mata Nadya mulai membuka ketika sinar membangunkan dirinya. Dengan langkah cepat Nadya segera membereskan diri, ingat hari ini ia ada jadwal kuliah pagi.

“Ma.. Nadya berangkat yaa ? Assalamualaikum,” Pamit Nadya saat ia bersalaman dengan ibunda tercintanya.

Perlahan langkah itu beranjak meninggalkan arah rumah. Hingga tiba didepan gerbang, Nadya begitu terhenti. Ia melihat sosok Raka kini berada dihadapannya, seolah Raka melempar senyuman pada Nadya.

“Mau ke kampus kan? Kebetulan tujuan kita sama-sama satu kampus,” sembari Raka tersenyum saat berucap.

“Ka.. kam, Kamu.. Tahu darimana aku tinggal disini? Kita satu kampus ya?” Ucap Nadya, saat ini ia benar-benar bersikap salah dihadapan Raka, mungkin gugup.

“Hehehe, nanti juga kamu bakal peka maksud kehadiran aku disini,” Kata Raka, ia begitu melangkah mendahului langkahan Nadya. Sedang Nadya tampak ia terdiam, pikirannya masih enggan terhenti melontarkan tanda tanya.

Peka? Maksud Raka apa? Ya tuhan.. kenapa disaat tangis itu hadir, tiba-tiba raka hadir dan berhasil ngehapus kesedihan ku. Dan kenapa harus dia yang hadir disaat aku rapuh?’ Gerutu hati Nadya.

Suasana dikampus saat ini cukup beradaptasi dengan kehadiran Nadya dan Raka yang baru saja tiba.

“Ehmm.. makasih ya ? Udah mau ngajakin bareng ke kampus,” Ucap Nadya, ia cukup ragu.

“Ok, sama-sama.. ya udah kalau gitu, aku duluan ya, Nad?” Kata Raka. Langkahannya mendahului Nadya, sembari beranjak membawa sepeda gunungnya.

Sontak seusai Nadya kembali menetapi ruang kelas,

Brakk

Jemari itu tak sengaja menjatuhkan beberapa buku sedari tadi stay tepat dibangku Nadya. Dengan langkah cepat ia meraih beberapa buku-buku yang berserakan dilantai, genggaman itu terhenti ketika menatap sebuah surat yang terselip disalah satu buku karya sastra favorite Nadya. Dengan menghela nafas, ia membuka perlahan isi surat itu..

Dear Nadya,
Seuntai kata tertulis, mengisah pada setiap insan.. Memang segontai terucap tak mampu berlisan..
Tampak sorotan roman menderap pada rangkulan cakrawala senja..
Sayu namun menggelayuti kata dramatis berlirih perih..
Sontak lukisan nuranibegitu mengimbangi naungan biru..
Senja.. setapak tak berlalu menatap ruang arti sorotan malam, pijaran lalu lalang sempat terurai sesaat jemari itu mulai berkata,
‘Rintikan usai menghujani kalut mendamba! Mulailah berpijak pada arti yang tak selalu mendekam! Percaya bahwa sosok mentari kan menyinari suatu nanti!’
Walau kehadiran bayangan telah sekilas mendekap membalut rasa yang pernah tiada,
Meski bintang itu tak menyadari, namun pijaran itu kan selalu ada..
Tuk selalu mencari arti, arti kebahagiaan kan perlahan menaungi rasa gelap malam,
For Secret,

Seuntai kata demi kata yang tertulis sempat membuat Nadya enggan menghentikan deretan kata yang berbaris menjelajahi matanya. Ia sempat ingin mengehtahui, entah siapa akhir-akhir ini telah mengirimkan berbagai untaian puisi pada dirinya. Yah, ia sering menerima romansa puisi dari orang yang tak tahu ia siapa. Selalu tertulis for ‘Secret’.

Tittt.. Titt..
Deringan ponsel itu tampaknya bergetar di selah saku celana Nadya. Dengan langkah berdecak ia pun meraih ponselnya. ‘Raka aditya’ Ternyata Chat line yang tertera ialah Raka.

Eh.. tunggu! Dari mana Raka tahu ID Line aku?’ begitupun suara hati Nadya berkata.

‘Raka Aditya’
Nanti sore, Bisa kita ketemu ?
----

‘Nadya Sintya’
Dimana ?
----

‘Raka Aditya’
Suprise aja.. Ntar, aku jemput kamu jam 4,
----

Usai itu, Nadya selalu bertanya-tanya.. Dalam pikirannya kini, kira-kira Raka mau ngajak kemana? Dan entah sebagainya yang kini melintas di otak Nadya.

Hingga hari menjelang sore, tepatnya pukul 16.30. Terlihat Raka saat kini stand by berdua bersama Nadya diujung atas bukit. Menatap indahnya sore diatas bukit, adalah pertama kali dalam sejarah Nadya untuk bersama seorang lelaki selain Romy, yaitu Raka.

By the way, untuk apa kita kesini? ” Tanya nadya yang sekilas memulai pertanyaan yang ia lontarkan begitu saja pada Raka, yang sedari tadi ia terlihat terdiam menatap pemandangan hari nan sore.

“Lihat senja,” singkat kata dari Raka, sembari ia menghela nafas sejenak. Seuntai senyuman Raka nampak terlukis sekilas sesaat ia memalingkan muka pada Nadya.

“Kamu.. ehmm.. suka.. senja?” Sahut Nadya kembali, membuat ia semakin ingin memutar keadaan sesaat ia benar-benar tersentuh oleh senyuman yang seakan membuat dirinya nyaman berada didekat Raka.

“Ya.. Kadang kala lalu lalang malam gak seindah seperti aku menatap senja, prasaanku jauh lebih nyaman ketika senja tiba,” sahut Raka.

“Yakin deh, kalo kamu memandang senja.. pasti prasaanmu jauh lebih tenang, Kamu udah pernah lihat senja?” Kata Raka kembali. Begitu jelas sesaat bola mata kristal begitu tersorot menyergap arti pada wajah Nadya.

“Ehmm.. belum sih,” Ucap Nadya,

“Seriusan? Sama sekali pun?,” Sergap Raka ketika ia memperoleh jawaban Nadya yang tak ia duga sebelumnya.

“Beneran.. Tapi aku pernah lihat di internet sih, Upps..” Kata Nadya yang ketika itu mulai menutup bibir mungilnya dengan sekilas tawa kecil.

“Yaelah.. itu mah cuman foto-foto aja, lebih serunya lagi kalau ditatap langsung.. Gak kalah serunya lihat sunset di Bali,” Seru Raka menyahut perkataan Nadya.

Sejam berlalu, hingga seketika itu terlihat dari arah sorot nan kejauhan. Terselimuti dengan tebaran cahaya biru nan indah, campuran antara jingga elegi yang begitu menyamari indahnya senja pada sore itu. Tak lupa Raka meraih satu foto bersama tebaran senja yang nampak ditengah-tengah ujung langit nan biru. Usai sekilas bersahabat dengan potretan, lentikan itu terhenti sesaat menatap wajah Nadya sempat terpejam.

“Nadya.. Lihat itulah senja,” Sahut Raka yang sempat membangunkan pejaman mata Nadya. Seuntai senyuman itu mulai muncul, ketika kelopak mata yang terpejam mulai terbuka.

“Aku sengaja memejamkan mataku, sebelum aku melihat senja untuk pertama kali, aku hanya ingin sejenak berkhayal senja ada didalam hatiku. Dan ketika aku buka mata, senja itu ternyata lebih dari apa yang kamu katakan.” Ucapan Nadya sekilas itu membuat hati Raka tenang, ia mulai terlihat begitu mengagumi seorang gadis yang kini tengah duduk bersamanya. Walaupun bagi Raka, Nadya tak pernah menyadari apa kata isi hatinya.

“Ok,” Singkat perkataan Raka, ia pun sembari meletakkan kamera miliknya ke dalam Ransel.

“Makasih ya?” Sontak perkataan Nadya membuat tatapan Raka beralih pada jajaran sudut naungan wajah yang pernah membuat ia terpesona sebelumnya.

“Buat apa?” Tanya Raka kembali,

“Yaa.. Makasih, karena kamu, aku bisa tersenyum kembali. Apalagi saat kamu ngajak aku ke sini, ngelihatin senja.. berdua.. bersama.. di atas bukit.. itu moment yang indah banget bagi aku, ketika aku pertama kali ngelihatin senja,” Kata Nadya, bibirnya seolah mengukir senyuman.

“Ok, aku suka senja.. karena warna jingganya, jingga itu menunjukkan kehangatan, Cerah dan penyemangat. Makanya aku suka warna itu, hingga aku menatap pertama kalinya saat senja itu muncul,” Perkataan Raka kembali mencerahkan senyuman manis Nadya.

Tiba pada naungan malam tepat disudut lalu lalang yang nampak begitu menghias jajaran pertokoan diarah sekeliling Raka yang saat ini bersama Nadya. Genggaman itu tiba-tiba mengagetkan suasana Nadya, lentikan jemari Raka mulai menyapa hangat pada seuntai jemari Nadya.

Langkahan itu sempat terhenti, saat Raka menatap mata kristal Nadya yang begitu mencuri hatinya sejak awal. Dengan rasa tak menentu, ia menghela nafas. Sontak membuat tatapan gadis manis itu terhenti sempat bertanya-tanya.
“Ehmm.. Nad,” Kata Raka memulai pada nadya, dengan mata terpejam. Raka mulai menghela nafas,

“Nad.. Aku..”

“Hei! Raka! Malah disini ternyata, apa kabar?” sontak suara itu membuat pejaman itu terhenti, Raka menoleh pada arah suara itu, Romy.

“Rom.. Romy..?” Kata Nadya, dengan wajah tersentak ia tak menyangka seorang yang pernah hadir dan menghiasi hatinya kini tengah berada dihadapannya. Dan mengenali sosok Raka.

“Nadya..” Kata Romy, ia mulai menunduk kan wajahnya. Sempat ia berfikir hal yang sama dengan Nadya.

Sedang Raka hanya terdiam, ia tak mengerti apa yang terjadi antara Romy dan Nadya.

“Aku gak nyangka.. Aku benar gak ngerti maksud semua ini apa? Aku kecewa sama kalian..!” Ujar Nadya dan sembari melangkah dari arah mereka.

“Rom.. Ada apa sih sebenarnya?” Sahut Raka saat melihat kepergian Nadya yang lumayan jauh dari pandangannya.

“Raka, gadis yang pernah aku ceritain sama kamu, gadis itu Nadya,” Ucap Romy, sontak wajah polos dihadapan itu tak menyangka,

Ternyata, gadis yang selama ini aku sayang, dia mantan Romy? Uhh.. aku gak nyangka, bakal seperti ini,’ Sahut kata hati Romy. Dengan rasa yang begitu campur aduk, bagi hati Raka. Ia masih enggan menerima semua ini terjadi.
***
Cerahnya pagi ini tak begitu membuat hati Nadya menenggelamkan keredupan itu hingga sirna. Nadya masih saja enggan melupakan apa yang ia alami kemarin malam. Ia berfikir, semuanya hanya akal-akalan Raka dan Romy. Tapi apa itu benar bagi Nadya? Meski ia tahu, ia masih belum bisa melupakan Romy seutuhnya. Meski dengan kehadiran Raka, perlahan bayangan masa lalu terganti dengan sosok yang membuat ia nyaman kembali.

Raut wajah yang sempat terhenti saat tatapan Raka kembali berhadapan dengan Nadya. Sedetik itu Nadya beralih pandang dengan arah lain, ia melanjutkan langkahannya kembali. Melewati sosok yang hampir saja membuat rasa itu aneh-nyaman bagi Nadya, meski Nadya tak mengerti itu apa?

Raka kembali menyusuri koridor fakultas, sempat ia tak tahu ketika kertas yang berada digenggamannya tergeletak dilantai pada saat ia bertemu Nadya. Tanpa peduli apapun, Raka mengehela nafas, ia melanjutkan arahnya.

“Nadya..” Panggil Dera teman sekelas Nadya. Ia tampak menghampiri Nadya, rautnya seperti ingin mengatakan hal penting.

“Ada apa, Ra?” Tanya Nadya,

“Ini, ada surat buat kamu,” Kata Dera, jemarinya menyodorkan sehelai kertas jingga pada Nadya, hingga Nadya meraihnya.

Dear Nadya,
Kata senja memang selalu indah menderap pada langkahan mata kristal,
Meski sorotan jingga tak mampu menggenggam jemari mungil yang sempat terlepas arah,
Seuntai kata terucap mencampak lidah yang hanya bisa bungkam,
Kisah jingga begitu menyelimuti sejenak mimpi indah sembari terpejam tebaran nan biru,
Mungkin ! sempat terhenti, ketika arah sorotan cahaya meredupkan ! mengecewakan akan hadirnya senja elegi !
Meski hati tak bisa mengungkap arti senja jingga dalam elegi meredupkan arti sinar cinta.
From Secret,

“Kamu ketemu sama orangnya? Hingga surat ini, bisa ada sama kamu?” Tanya Nadya kembali.

“Nggak, aku nemuin surat itu.. dikoridor, dekat kelas arsitek. Sekilas lelaki itu, udah berlalu lumayan jauh, sejak surat jatoh, Nad.” Kata Dera.

Usai Nadya terhenti, berkutat dengan barisan tulisan itu, ia bergegas menuju luar kelas. Sembari Nadya berjalan menulusuri arah koridor yang tak jauh dari arah kelasnya. Sontak ketika langkah Nadya terhenti, tepat yang tak jauh dari arah Raka yang sempat bercengkerama bersama kawannya.

“Ka, gimana hubungan kamu dengan Nadya?” Kata Kevin, kawan Raka.

“Hubungan apaan, lagian kita gak ada hubungan apa-apa tuh. Nadya nganggap aku sobatnya, begitu juga sama dengan aku,” Kata Raka.

Alah! jangan sok bohong deh! bukannya waktu itu kamu bilang, kalo kamu suka sama Nadya? Kalo kamu gak suka, ngapain selama ini kamu pakai ngirim untaian puisi segala, itu udah modus tahu!” Kata Kevin,

“Iya sih.. Aku memang sayang sama Nadya, dan itu melebihi sahabat. Meskipun Nadya tak pernah tahu isi hatiku, dan kayaknya.. Dia gak pernah mau peka dengan beberapa puisi yang aku kasik buat dia, with writing secret. Dan aku juga benar-benar gak nyangka sebelumnya, ternyata Nadya itu adalah gadis yang pernah hadir dihati Romy, Abang aku. Yaa.. aku gak mau aja, ngecewain Romy yang jelas-jelas dia masih sayang sama Nadya. Meskipun itu.. Aku gak bisa ngelupain Nadya!” Kata Raka, sejenak ia menghela nafas.

“Ooh.. Jadi itu alasannya, kamu ngejauhin Nadya?” Kata Kevin, yang masih menelan beberapa pilus yang ia lontarkan begitu saja.

“Bukan hanya aku, justru aku ingin selalu ada didekat dia. Disaat lagi butuh, atau pun dia lagi ceria. Dan Nadya juga coba menghindar dari aku tuh, mungkin karena kejadian kemarin..” Ucap Raka kembali,

Langkah Nadya terhenti, saat ia melepaskan cengkeramannya pada arah dinding, ia tampak berbalik arah.

Apa iya aku juga punya prasaan yang sama dengan Raka? Jadi.. Puisi-puisi itu.. Ahh! Coba aja aku tahu ini sebelumnya, Tapi.. Romy? Aku gak pernah lagi ada prasaan sama dia, sedang dia hanya masa lalu aku. Uhh.. ini semua salahku! Kenapa kemarin salah paham segala? Apa yang kemarin itu...’ Batin Nadya, kata hatinya sempat terhenti sesaat ia mengingat hal kemarin saat ia bersama Raka.

(Flashback)

“Ehmm.. Nad, Aku..” Ucap Raka dengan tatapan keringat dinginnya saat menatap mata kristal gadis yang tengah berada dihadapannya kini.

(Now)

Yap.. Mungkin dia mau nyatain prasaannya sama aku, Uhhh... bodoh banget sih, Nadya! Coba aja aku gak kabur gitu, gak akan gini kan, ? Truss.. Aku harus gimana?’ Gerutu kata hati Nadya.

Hari berganti malam, nampaknya semilir angin tetap bersahabat dengan indahnya gemerlapan bintang dan cahaya bulan. Malam itu Nadya menatap sinar bintang yang tampak begitu manis, sembari berkawan dengan secangkir cokelat hangat yang semakin menyelimuti dinginnya malam ini.

Earphone itu tetap setia melekat pada kedua telinga Nadya, diiringi dengan musik favoritenya. Tiba-tiba..

Tittt.. Tittt.. Tittt...

Deringan ponsel Nadya, sontak membangunkan Nadya dari lamunannya yang baru saja diselimuti dengan tebaran lagu yang sweet baginya.

“Hallo, Assalamualaikum,?” Ucap Nadya seusai ia menekan layar touchcreen pada ponselnya.

“Hei.. Hal, hallo.. Waalaikumsalam, Nadya,” Ucap seseorang yang tak asing lagi bagi Nadya.

seperti suara Romy,’ gerutu hati Nadya.

“Maaf, anda siapa?” Sembari Nadya melontarkan pertanyaan pada seorang itu.

“Ehmm.. ini.. ini aku, Nad. Romy,” Ucapan itu tampaknya terbata-bata.

“Romy?” Nada Nadya lumayan kaget sesaat dia tahu, ternyata Romy masih menyimpan nomernya.

“Eh.. Iya Nad, ehmm.. Aku.. Duh, gimana yaa?” Sahutan itu tak sama sekali membuat Romy semakin ragu dengan ucapannya.

“Kenapa?” Tanya Nadya kembali,

“Ehmmm.. Kalau kamu ada waktu luang, bisa.. kita ketemuan ditempat favorite kamu?” Kata Romy, Ia lumayan gelisah dengan menanti jawaban Nadya yang selalu membuat hatinya tak ragu.

“Ehmm.. Ok,” Sahut Nadya dengan singkatnya,

Tibalah Nadya bersama seseorang yang pernah berada dihatinya. Tepatnya pinggiran jalan dan sekeliling pijaran lalu lalang favorite Nadya. Hembusan itu tampaknya sedikit membuat hati Romy tenang.

“Hei.. Apa kabar, Nad?” Kata Romy mulai dengan perkataannya,

“Baik.. Ehmm, Kalau kamu..?” Kata Nadya, ia sedikit ragu dengan jawabannya.

“Baik.. Ehmm.. Kamu.. Satu kampus ya, sama Raka?” Ucap Romy kembali,

“Iyaa.. sih,” Jawab Nadya, ia semakin memainkan lentikan jemari mungilnya, rasanya.. Ia ingin waktu segera berganti esok. Kalau saja Nadya masih duduk berdua dengan Romy malam ini.

“Kayaknya.. Raka suka sama kamu tuh,” Kata Romy, nadanya semakin tak menentu. Ia terpaksa berkata sejujurnya tentang Raka, adik sepupunya itu.

“Aku nggak tau.. Mestinya kamu yang lebih tahu, kamu saudaranya kan?” Sahut Nadya, seenggaknya ia tak merasa kaget dengan lontaran ucapan Romy. Mengingat ia sudah tahu jika Raka menyukainya.

“Iyaa.. dia pernah ngomong tentang seorang gadis yang ia cintai, dan sejak kita tiba-tiba ketemu kemarin, aku bisa nebak dari awal, gadis menurut cerita Raka, itu kamu..” Tampaknya Nadya masih bungkam dengan perkataannya.

“Kadang aku sempat heran, kok bisa ya? Aku dan Raka yang sama-sama saudara, dan kita harus mencintai satu gadis yang sama, dan gadis itu kamu.. Yaa.. Meskipun kamu hanya mantan aku,” Romy terhenti dengan ucapannya, ia perlahan mulai menggenggam jemari Nadya.

“Nad.. Tolong jawab jujur sama aku, apakah.. Aku masih ada harapan utuh atau.. Kamu.. Suka sama Raka juga?” Tatapan Romy seakan penuh arti, Nadya makin gelisah dengan tatapan Romy. Namun Nadya masih saja terdiam.

Namun, tanpa mereka berdua tahu, ternyata Raka telah melihat Romy bersama Nadya saat itu. Ternyata Raka berada dibelakang yang tak jauh dari mereka. Dengan geram, Raka berbalik arah, dan ia pun berlalu diantara kerumunan orang yang lagi berjalan santai diarah trotoar.

“Kamu tahu, Rom? Maafin aku yaa..?” Sontak ucapan itu tak sedikit membuat hati Nadya legah.

“Iyaa.. Kamu gak perlu takut kalau aku bakal marah, dan aku juga gak bakalan marah sama kamu. Aku hanya mantan kamu, dan aku gak ada hak ngelarang kamu, jika kamu mau jatuh cinta sama siapa saja, dan aku udah bisa nebak dari awal, kamu pasti jatuh cinta sama Raka,” Kata Romy, ia pun beranjak dari arah tempatnya bersama Nadya, segera ia melangkah dari arah Nadya.
***
Keesokan harinya dikampus, langkahan Nadya terhenti ketika ia merasa kaget dengan apa yang dilihatnya pagi ini. ‘Raka dan Dera,’ mungkin hati itu terasa dituang diatas air timah, dan rasanya itu terasa banget panasnya.. Itu bagi Nadya.

Ia segera berbalik arah, dan melangkah.. Menjauh dari pemandangan yang sangat membuat hatinya kacau kembali. Tak sama sekali meninpiskan air mata Nadya, sesaat ia usai menatap seorang yang telah mencuri hatinya, dan kini ia bersama kawan baiknya, Dera.

Sore itu sama sekali Nadya bisa menghela nafas diteriknya fajar yang akan usai. Tangisan yang masih tak menghentikan lentikan yang ia genggam. Tepat diatas bukit, ketika Nadya pernah menginjakkan kakinya bersama Raka, untuk pertama kalinya ia kenal dengan senja.

Kamu tega Raka ! Kenapa harus kamu yang hadir dihidup aku, kenapa harus kamu yang berhasil buat aku merasakan cinta lagi, ? Ka, kamu harus tahu isi hatiku juga, aku tahu aku memang bodoh ! Aku bodoh, karena aku baru saat ini aku tahu, prasaan kamu, dan aku gak pernah mau peka sama beberapa puisi biru- jingga yang pernah kamu beri, mulai dari lalu lalang dan juga senja, semuanya gak bisa aku lupain ! harusnya dari dulu aku sadar, tapi ini semua sudah terlambat ! Kamu gak tau gimana prasaan aku saat Romy pernah nyakitin aku sebelumnya, tapi ini beda.. Ka..’ Batin Nadya.

“Aku sayang kamu, Raka..” Sontak perkataan itu Nadya lontarkan ketika tangisannya mulai semakin membasahi wajahnya.

Derap langkahan itu terhenti tepat dibelakang Nadya,

“Suka senja juga?” Ucap perkataan yang sontak membuat Nadya beranjak dari tempatnya.

“Raka..” Ucap Nadya yang saat itu ia kaget, ketika Raka berada dihadapannya.

“Kamu.. Serius dengan apa yang kamu katakan, kan?” Kata Raka,

“Ja.. Jadi.. Kamu.. Udah dengar perkataan aku?” Nada Nadya sekali itu ia gugup.

“Iyaa.. Aku sayang kamu, dan akulah pengirim puisi itu,” Ucap Raka, sekilas senyuman itu ia lontarkan pada Nadya.

“Aku udah tahu..” Kata Nadya, ia sembari tersenyum juga.

“Ok, Aku sayang kamu.. Justru kamu belum nyatain prasaan kamu itu,” Sahut Raka, dengan nada senyuman yang begitu menghipnotis Nadya.

“Tapi.. Deraaa..” Kata itu terhenti dari Nadya, saat ia melihat Dera bersama Romy yang berjalan agak berjauhan, yang kini tengah berada dibelakang mereka berdua.

“Kenapa sih? Oh iyaa.. aku lupa kabarin! Mulai saat ini, aku dan Romy sudah resmi jadian,” Kata Dera.

“Loh? Kok bisa.. Bukannya tadi..” Ucapan Nadya terhenti, sejenak ia tak menyangka.

“Iyaa, Nad, aku ngedeketin Raka tadi pagi. Soalnya Raka mau ngomong soal Romy, dan katanya, ternyata Romy sayang aku juga, thanks ya.. Ka?” Kata Dera, ia sejenak tersenyum pada Raka.

“Ok, terus.. gimana dengan kita?” Sahut Raka, ia seakan menanti jawaban dari Nadya.

“Loh.. Kenapa harus jawab lagi? Bukannya waktu kamu nguping apa yang aku omongin itu sudah jelas?” Ucap nadya, ia seakan tak mau henti dengan sedikit tawanya.

“Jadi.. Kita..” Ucapan Raka masih tiada hentinya, saat saja ia melontarkan senyuman tanda arti dari Nadya.

Ia segera menggenggam jemari gadis yang selama ini ia sayangi.

Ditengah-tengah sorotan senja biru, tak kalah indahnya dengan senyuman yang melukis indahnya pemandangan sore.

~The –End~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Ten Best Collection Books I Love

Assalamualaikum sahabat pembaca :) Setelah sekian lama aku mengabaikan blog pribadiku ini, dan akhirnya aku bisa mengisi tulisanku disini, hehe :D Maafkan, kelamaan nggak punya ide apa-apa ngisi tulisan disini, setelah aku sering banget main-main di wattpad.. :D Ok, kali ini aku akan membahas sesuai judul yang kutulis. Yaitu 10 buku koleksiku yang paling aku suka. Sebenarnya koleksi buku aku banyak banget. Kamar aja udah hampir dibuat kayak taman bacaan gitu, hehe. Tapi dari banyak koleksi buku aku yang paling sering aku baca dan yang aku suka, aku memilih 10 buku aja. Well, membaca sebuah buku bagi kita itu sangat nggak asing. Dan banyak masyarakat yang menyukai membaca buku. Teruntuk aku sendiri, bagi aku buku itu ialah jendela semua ilmu pengetahuan. Ya meskipun dari banyaknya koleksi buku aku, memang kebanyakan novel atau buku antologi. Dan ada juga beberapa buku-buku non fiksi yang bisa digunakan untuk belajar. Tapi disemua kategori buku itu bukan berarti kita nggak bisa dap...

Secarik Kertas Dan Sebatang Pena

Jika kalian mendengar dua kata benda di judul atas, sepertinya biasa saja. Bagiku dua benda tersebut sangat luar biasa. Mengapa kubilang begitu? Tanpa kertas,  aku tak akan mengenal tulisan pena. Tanpa pena, aku tak akan mengenal secarik kertas yang biasa kutulis hampir setiap waktu senggangku. Bagiku--kedua benda di atas telah menjadi sahabat tulisanku selama hampir dua tahunan yang lalu. Mereka yang sampai saat ini selalu kukenang dalam dunia literasiku. Secarik kertas dan sebatang pena yang kukenal lama semenjak aku masih berada di bangku sekolah menengah atas. Waktu itu aku sedang menjabat sebagai anggota jurnalistik redaksi sekolahku. Tepatnya di sebuah Madrasah di kota santri Situbondo. Aku sedang bersekolah di MAN 2 Situbondo, dari sana aku mulai mengenal apa itu dunia literasi. Pertama kali lewat secarik kertas dan sebatang pena yang sering menemani waktu senggangku menulis di pojok kelas. Waktu istirahat tiba aku selalu saja mengeluarkan sebuah buku yang berisi lemb...