Deretan kata yang terbungkus didalam sebuah kalimat utuh.
Buliran manik berlafalkan kata yang indah. Terlingkar baik diselah
lembaranl-lembaran bertuliskan kalimat berlafalkan tasbih. Terkadang saat lidah
tak mampu mengungkapkan.
Hanya rentetan tulisan dengan kata yang
indah dibalik kata tasbih, menemani rintihan hati disetiap sudut dijiwa. Cahaya
mata itu tahu, la tahzan. Allah selalu bersama kita.
“Assalamualaikum
ya ukhti.” Sapa seorang laki-laki berpostur tinggi, sedang berdiri tegap tepat
disamping Alysa, yang sedang menulis didepan air mancur di kawasan kampusnya.
Gadis
itu bernama Alysa, yang sedang mengenakan jilbab yang tengah membalut ke
seluruh tubuhnya dengan pakaian lengan panjang dan rok panjang sederhana.
Sengaja ia menyematkan warna abu-abu yang tengah menghiasi pakaian yang ia
kenakan. Dengan rentetan lembaran yang terbungkus rapi dan pena hitam yang
disematkan diantara jari-jari telapak tangan kanannya. Sembari ia menoleh ke
arah suara panggilan, serta sedikit mengulas senyuman yang hangat disiang itu.
“Waalaikumsalam
warahmatuallah.” Balas Alysa, kembali ia menutup buku yang baru saja ia tulis.
“Saya
minta maaf, karena adanya saya yang pernah membuat hari-hari indahmu pudar.
Lewat kata salam, kita berawal dari suatu pertemuan. Kini saya tahu, hati ini
ngasik petunjuk. Saya harus melepaskan ulasan senyum darimu, Alysa.” Kata
laki-laki dengan setelan kemeja putih.
Alysa
terdiam, ia hanya terfokus ke arah depan kembali. Genangan kristal dibalik
kedua matanya, ia tahan hingga tak mampu ia bendung dibalik pandangannya.
“Oh ya, hari hampir dhuhur. Kalau gitu saya
permisi dulu ya, Assalamualaikum.” Ucap laki-laki itu, sembari mengalihkan
langkahannya ke posisi semula, meninggalkan Alysa.
“Waalaikumsalam.”
Balas Alysa, ia sejenak menghela napas.
Dia, seseorang yang aku tahu. Dia, satu
kalimat yang mengisi direlung jiwa. Pernah, kata yang terlontar beralih
langkah. Pernah, suatu kalimat yang terungkap dan tenggelam dibatas waktu tak
ku duga, Ya akhi,
Makasih, pernah mewarnai hari-hari yang
ku miliki. Sungguh, allah ialah dzat yang maha mengetahui. Lewat dia, lisan
tentang musabbah yang kau berikan. Cukup sampai sini saja, mungkin akan ada
suatu nanti satu kata yang ku tunggu atas ridhomu ya rabb..
***
“Allahu
akbar.. allahu akbar..”
Suara
Adzan telah berkumandang diwaktu dhuhur tiba. Perlahan Alysa beranjak dari arah
tempat duduknya, lalu kembali ia melangkah dengan pandangan lurus ke depan. Diantara
jemarinya masih tergenggam satu buku dan satu pena, serta ransel bermotif bunga
yang ia sandang. Sembari tetap menelusuri, tapakan jalanan masih dikawasan
kampus hijau yang pijaki saat ini.
Hingga
tiba langkahnya terhenti, sembari melepas ikat tali sepatunya dan melangkah ke
sebuah tempat yang biasa Alysa datangi setiap waktu salat tiba. Masjid yang
terselimuti dengan tebaran warna hijau dan putih, tepat di sekeliling dinding
serta dekorasi corak khas masjid dikampus Alysa. Ia meletakkan sejenak ransel
dan buku serta pena yang ia bawa diatas sajadah dalam ruangan masjid. Lalu
dengan segera Alysa bergegas ke tempat wudu kawasan untuk kaum perempuan.
Sebelum ia melaksanakan salat dhuhur-nya disana.
“Bismillahirrahmanirrahim..”
lantunan kalimat yang terlontar begitu saja sangat menyejukkan disetiap hati kaum
muslim.
Dengan
genggaman alquran diantara jemarinya. Diselah jari-jari telapak kirinya melingkarlah sebuah buliran-buliran kata-kata tersimpan dibalik tasbih. Lelaki
itu sangat khusyuk dalam bacaannya setelah beberapa kalimat tasbih yang
dilantunkan begitu saja sebelum membaca ayat-ayat suci alquran.
Percikan
air diselah wajah Alysa perlahan-lahan menetes ke dasar lantai. Baru saja Alysa
selesai berwudu. Belum saja ia memasuki ke dalam masjid, langkahnya terhenti
ketika mendengarkan seorang laki-laki dengan setelan pakaian takwa dan kopiah
putih membaluti kepalanya. Dengan tenang lantunan ayat-ayat alquran terdengar
oleh Alysa dan sangat menenangkan hatinya seketika. Beberapa kali ia mengulas
senyuman saat memfokuskan pandangannya pada laki-laki seumurannya dengan nyaman
membaca ayat-ayat alquran dengan suara yang indah bagi Alysa.
Rentetan
ayat-ayat dibalik lembaran-lembaran rapi, ucapan Azzam terhenti. Ia sejenak
menghembuskan napasnya perlahan dan mengalihkan pandangannya di selah balik
kaca masjid. Dengan cepat pandangan Alysa beralih saat ia mengetahui
laki-laki yang biasa disebut Azzam, menangkap penglihatannya disana. Dengan
cepat Alysa kembali memasuki arah masjid dan langsung melaksanakan salat
dhuhur-nya disana.
“Assalamualaikum.”
Sapa suara laki-laki di arah belakang
Alysa, baru saja gadis itu keluar dari pintu masjid.
Perlahan
Alysa terhenti, sepertinya ia mengenal suara itu. Perlahan gadis itu berbalik,
ia menemukan laki-laki yang baru saja ia temui tadi dengan membaca alquran
di dalam masjid.
“Waalaikumsalam
warahmatuallah.” Balas Alysa, sedikit pandangan Alysa menunduk. Saat ia merasa
laki-laki dihadapannya melihatnya.
“Ukhti,
saya Azzam. Ini ada alquran dan tasbih milik saya, jika ukhti berkenan. Boleh
saya mengajak ukhti mengaji bersama saya?” Kata Azzam.
Dengan
perasaan yang tak menentu, Alysa berusaha mengatur jantungnya saat itu. Baru
saja ia menemukan laki-laki yang mengajaknya secara langsung mengaji bersama.
Entah apa yang membuat Alysa ingin sekali tersenyum dan menerima ajakannya.
“Saya
Alysa, Akhi. Terima kasih, bukankah seorang muslim tidak boleh berduaan selain
bersama makhram- nya? Kebetulan sebentar lagi saya ada kuliah tambahan.” Kata
Alysa seraya pandangannya tetap saja menunduk.
“Ya
ukhti, sebenarnya di dalam masjid, saya sering berdoa kepada Allah. Agar saya
dilancarkan segala urusannya dalam menuntut ilmu apalagi soal agama. Kedua,
saya memohon dan mencoba meyakinkan hati saya. Saya meminta agar Allah
mempertemukan saya dengan seorang gadis yang saya cintai hanya karena Allah.”
“Maksud
akhi?”
“Baru
saja saya melihat seorang gadis dibalik kaca, menatap dan tersenyum disana pada
saya. Ketika saya membalas tatapannya, gadis itu mengalihkan pandangannya
dengan cepat.”
“Oh itu, cuma karena saya kagum sama ayat-ayat alquran dan kalimat tasbih yang
akhi lantunkan. Mengapa akhi tahu saya disana? Ya akhi, suka membaca alquran?”
“Sudah
saya duga, bagi saya alquran yaitu suatu seni dalam hidup saya. Kalimat tasbih
yaitu sebagai pengukir karya seni didalam jiwa saya. Tidak ada salahnya jika
setiap muslim suka membaca ayat-ayat suci alquran dan ucapan tasbih.”
“Seni?
Akhi kok bisa beranggapan seperti itu?”
“Karena
dalam kalimat ayat-ayat alquran yang terukir membentuk sangat indah. Begitu
juga kalimat dibalik buliran-buliran tasbih. Disetiap lafal pengucapan akan
ada aturannya. Pembacaan dengan tartil dengan tajwid yang benar serta
menyuarakan lantunan ayat-ayatnya dengan nyanyian yang indah didengar. Itu
salah satu seni bagi kaum muslim.”
Alysa
hanya membalas jawaban Azzam dengan senyumannya. Perlahan ia menatap Azzam
sejenak dan kembali menundukkan wajahnya. Rasa apa yang tiba-tiba hadir? Alysa
enggan mengetahuinya. Yang ia rasakan hanyalah tenang dan nyaman mendengar
ucapan Azzam dihadapannya dengan jarak yang cukup bersenggang.
“Alysa,
kalau saja kamu menolak untuk mengaji dan mengucapkan kalimat tasbih bersama
saya. Izinkanlah saya menanamkan ilmu seni disetiap barisan kalimat ayat-ayat
cinta didalam jiwamu. Alysa, izinkanlah saya untuk bertaaruf denganmu.” Ucap
Azzam dengan nada yang perlahan membuat hati Alysa semakin bergetar.
Alysa
hanya terdiam seolah-olah ia tak menyadari ketika hatinya bergetar saat
mendengar perkataan yang tiba-tiba terucap pada seorang laki-laki yang baru
saja ia kenal. Suara hatinya sama sekali enggan tuk menolak ajakan dari seorang
Azzam.
“Jazakallah
akhi, insya allah atas izin allah, ana aqbil.” Balas Alysa, dengan menerima
alquran dan lingkaran tasbih dari jemari Azzam.
~SELESAI~
Pertanyaannya adalah apa merk jilbabnya ya...
BalasHapusHehehehe... Kidding, bagus tulisannya mbak. Lanjutkan
Hehe... mohon maaf pak, nama merk jilbabnya dirahasiakan :D *kidding
Hapusiyaa... terima kasih pak :)
Syukron shob ;)
BalasHapusAminnn...