Perlahan
pintu di balik gubuk yang saat ini ku tinggali terbuka. Di sebuah gubuk yang
hanya terbuat dari tabing-tabing putih. Dengan senyuman yang mulai nampak dan
sedikit helaan napas sejenak. Kedua kaki ini melangkah dengan cepat,
menghampiri seorang wanita paruh baya dengan mukennah yang membungkus tubuhnya.
Lipatan sajadah panjang tampak ia duduki dan lingkaran tasbih yang tetap
terselip di sela-sela jemarinya. Dengan lambat dan dengan pejaman mata, wanita
paruh baya tersebut mencoba khusyuk dengan ucapan tasbihnya.
“Subhanaallah..
Subhanaallah..”
Begitu
seterusnya yang terdengar oleh kedua daun telingaku. Langkahku terhenti,
sembari duduk disamping wanita dengan balutan mukennah putih. Perlahan aku
letakkan segelas air putih dan satu piring kecil yang berisikan tiga jenis obat
disana.
“Bu,
jangan lupa obatnya di minum ya? Assalamualaikum,”
Ucapku, sembari beranjak dari tempat ibadahnya.
‘Krakk’ dengan cepat jemariku menutup
pintu rapat-rapat.
Dengan
pembatas satu pintu tabing, aku menghentikan langkahku di sebuah karpet hitam.
Karpet yang biasanya sering digunakan untuk sholat bersama wanita paruh baya di
dalam sana. Wanita itu yang telah menghadirkan dirinya tetap bernapas.
Jemariku
perlahan meraih satu buku tebal di ujung sajadah yang aku tempati. Dengan perasaan
tenang, lembaran pertama aku buka. Rentetan kalimat berbahasa arab tertulis
rapi, sebuah kitab dengan cover hijau bertuliskan kata محمد .
“Bismillah..”
Ucapku dengan tenang.
Setiap
rentetan kalimat yang aku baca hingga berganti halaman kembali, buliran air
mata itu tak terasa menggenangi di pelupuk mataku. Tak bisa lagi tertahan,
hujaman derasnya air mata menyusuri wajahku. Tak terhenti ucapan ini masih
menggumamkan deretan kalimat di dalam sebuah alquran yang tergenggam.
{Flashback}
“Mengapa
ibu suka membaca alquran?” Tanya Alysa.
“Alysa,
alquran itu sebagai buku pedoman bagi setiap umat manusia di muka bumi. Allah
mewahyukan kitab itu kepada kanjeng rasuluallah sallallahualaihi
wassallam. Alasan mengapa ibu suka membaca kitab quran, karena disetiap
kalimat yang terucap mengenai kalimat allah, hati ibu jadi tenang. Alysa harus
sering-sering membaca alquran ya, nanti kalau Alysa sudah terbiasa. Perlahan
Alysa akan mempelajari makna disetiap kalimat di dalamnya dan jangan lupa,
Alysa harus selalu mengamalkan apa yang sudah diajarkan di dalam quran. Semakin
sering Alysa membacanya dan memahami maknanya, insya allah perlahan Alysa akan mencintai alquran dan selalu mencintai
kalimat-kalimat allah.” Balasnya, senyuman itu tersungging di balik bibir
seorang wanita yang Alysa sayangi.
Alysa
terdiam, ia hanya menatap penuh teka-teki dipikirannya. Mungkin mencoba
merenungi apa maksud perkataan dari wanita itu. Di balik kaca-kaca bola mata itulah
yang selalu menaungi hati Tari tetap tenang disampingnya.
“Alysa
tahu nggak, alquran dan
tulisan-tulisan arab di dalamnya itu termasuk salah satu seni dalam islam?” Kata
wanita paruh baya itu lagi.
Alysa
hanya menggelengkan kepala, menandakan masih tak mengerti perkataan ibundanya.
“Masih
banyak yang belum mengerti apa makna dari membaca dan selalu memahami alquran.
Namun di balik itu, kitab ini juga sebagai salah satu seni dalam islam. Deretan kalimat
alquran banyak yang telah terpajang rapi di setiap dinding ruangan, seperti
halnya dibuat seni lukis kaligrafi. Juga
setiap kali Alysa membaca alquran dengan tartil yang benar dan mencoba
meyuarakan bacaan alquran dengan nyanyian yang indah, itu juga bisa disebut
sebagai salah satu seni dalam islam.” Jelasnya.
______
______
‘Braakk’
Suara
itu membuyarkan lamunanku yang masih khusyuk dengan bacaan alquran yang
tergenggam. Dengan cepat langkahku beralih di balik pintu kamar, tempat yang
baru saja aku hampiri saat memberikan segelas air minum dan piring yang
berisikan obat di atas sajadah wanita itu.
Tampak
benar yang ku lihat, kini wanita itu terjatuh lemas di atas sajadah. Segelas air
dan piring yang berisikan obat-obat di atasnya, jelas masih utuh disana. Kening
ku mulai mengkerut kebingungan, bagaimana
bisa ini terjadi?, batinku.
Aku
mencoba menepuk pundak wanita di sampingku, hingga beberapa kali teriakanku
sama sekali tak membuat ia bergerak sedikit pun. Tetesan itu tak sempat
terbendung dan masih saja menghujani wajahku yang masih menangis disampingnya.
Masih berharap agar keajaiban muncul seketika. Jika wanita itu akan terbangun
dalam hitungan sekejap. Meski sampai bermenit-menit berlalu, tak ada gerakan
juga.
“Ibu,
banguunnn.. Alysa mohon, ibu banguunnn.. Bu, Alysa ingat kata-kata ibu, ibu
sangat mencintai kalimat-kalimat allah. Alysa juga mendapatkan hal serupa denganmu,
Bu. Alysa mohon ibu banguunnn..” Suaraku beberapa kali masih tersesak berucap,
sembari menepuk-nepuk pundaknya.
“Laa.. illaahaillaallah muhammadarasullullah..” Ucapku, masih dengan nada
terisak. Susah menahan napas yang bercampur dengan isak tangisan.
Perlahan
ku lihat lingkaran tasbih yang masih tergenggam utuh di sela jemari wanita
paruh baya itu. Dengan perasaan yang lumayan tenang, aku meletakkan satu kitab
alquran yang masih ku genggam, di sela-sela lipatan kedua tangannya dan
tasbih disana.
Ya allah.. sayangilah ibu hamba
di sisimu, seperti ia menyayangi hamba dengan ikhlas, Batinku.
ªTHE ENDª
Note: Cerita ini merupakan pembaruan dari judul BUTIRAN KALIMAT TASBIH
Note: Cerita ini merupakan pembaruan dari judul BUTIRAN KALIMAT TASBIH
Komentar
Posting Komentar