“Sampai kapanpun aku sama sekali nggak percaya sama yang namanya jatuh hati! Apalagi percaya sama sikap para gadis yang hanya bisa jatuh cinta pada fisik. Kamu pasti tahu, merasakan jatuh hati pada pandangan pertama. Dimana kamu bisa mendapatkan seorang gadis yang kamu suka. Lalu kamu merasakan patah hati karena ulah mereka. Ah, aku sudah muak dengan curhatan basi mereka. Apapun keluhan mereka--para pria sepantaranku, pasti tentang gadis. Makanya aku selalu menjaga hatiku dari yang namanya jatuh cinta.”
***
Klik!
Sorot sinar lensa milik Frans sedang menangkap gambar seorang gadis berkerudung magenta bersama beberapa anak-anak kecil di sisinya. Frans cukup memperhatikan gadis berparas manis tersebut, sepertinya mereka sedang menikmati pemandangan di Bedugul ini. Frans terus saja menebak. Seolah-olah dahinya mengernyit sembari berkacak pinggang. Ia membiarkan kameranya bergelantung di pergelangan lehernya.
Dia siapa ya? Ah, Frans!, gumam hatinya lagi. Tiba-tiba ia kembali mendengar peringatan batinnya sejak awal. Frans jangan sampai kamu terkecoh dengan penampilan gadis asing! Ok kali ini Frans mengalah. Kembali ia sibuk bersama kameranya. Tanpa mempedulikan mereka ataupun gadis berkerudung yang membuatnya penasaran.
“Mas-mas, permisi?” panggil suara gadis yang berada di samping Frans. Namun beberapa kali gadis tersebut menyebut ‘mas’ pada Frans--pemuda itu masih tak mempedulikan dan malah berkutat pada kamera.
“MAASS, Assalamualaikum.. Mas? Permisi?” gadis itu masih memanggil sembari mengucapkan salam sekaligus. Hingga akhirnya Frans benar-benar menengok ke arahnya. Gadis itu melempar senyuman tipis pada Frans. Senyuman itu... Tampak manis bila Frans lihat--meskipun tipis. Gadis berkerudung magenta yang menjadi objek lensa kamera milik Frans, kini berada di hadapannya. Lagi-lagi Frans tidak menyangka, mengapa bisa secepat itu ia mendekat padanya?
Frans membalas senyumannya sebentar, “Waalaikumsalam. Ada apa ya manggil saya?” sahut Frans yang masih mengcengkeram kameranya kuat-kuat. Lelaki muda itu sangat mencintai kamera selain dunia traveler.
“Bunten atuh mas, boleh minta fotoin kami? Saya sama adik-adik saya ini? M-masnya... Fotografer kan di sini? Yang biasanya cari-cari pelanggan buat minta foto? Biasanya harga sekali foto berapa ya mas?” ucapnya seraya menunjukkan anak-anak kecil di sisinya sebentar pada Frans. Sungguh anak-anak yang menggemaskan bagi Frans. Masih saja ada gadis yang mau mengajak jalan adik-adiknya ke tempat ini. Apa dia gadis yang baik? Suara hati Frans bergumam lagi.
“Oh sekali foto? S-saya memang fotografer, t-tapi nggak jadi tukang foto di sini mbak,” Frans menjawab cukup gelagapan pada gadis berkerudung magenta itu. Dahinya mengernyit bingung. Bagaimana bisa gadis ini menebak Frans ialah tukang foto yang biasa mangkal di Bedugul? Ah—mana ada fotografer yang cakep macam Frans itu menjadi tukang foto di sini!, pikir Frans lagi.
“Loh begitu mas? Ya sudah, maaf? Saya kira mas tukang foto di Bedugul. Habis masnya lagi megang kamera. Pakaiannya juga cukup mirip tukang foto yang biasa saya lihat di sini. Sekali lagi maaf ya mas?” gadis itu melesatkan kakinya setelah sekian kalinya meminta maaf pada Frans. Meski Frans tak membalas perkataannya. Frans masih mematung bersama kamera setelah melepas kernyitan dahinya menatap gadis berkerudung magenta itu. Lagi-lagi Frans tersenyum menatap gadis itu.
Ah! Bedugul memang indah... Tapi tetap saja aku tak boleh mudah untuk jatuh hati padanya, gumam hatinya kembali.
***
“Bro, sumpah aku ketemu dia di Bedugul. Dan tiba-tiba dia mendekat padaku. Dia itu memang cantik bro, dia juga berjilbab. Anggun dan gadis yang sholehah. Apalagi dia ke Bedugul bareng adik-adiknya yang masih kecil. Menurutku dia gadis penyayang. Dan kamu harus tahu, aku disangkanya tukang foto di Bedugul sama dia bro. Ah!” decak Frans saat berucap melewati jaringan telepon ponselnya. Malam itu ia sedang menginap di sebuah villa. Frans menghentikan perkataannya saat bertelepon bersama Beno sahabat karibnya di Jakarta.
“Mau sampai kapan kamu nggak percaya sama yang namanya jatuh hati Frans? Buktinya kamu merasakannya sekarang? Kamu sadar tidak?” pertanyaan yang terlontar oleh Beno begitu saja pada Frans. Hingga pertanyaan itu cukup bisa membuat Frans bungkam. Memang selama ini pemuda itu sama sekali tak percaya yang namanya jatuh hati. Hingga Frans membuat persepsi sendiri—seorang gadis hanya jatuh hati hanya pada fisik dan materi yang ia punya.
Dan apa yang Frans rasakan sangat berbeda saat ia menyukai dan mulai mencintai beberapa gadis sebelumnya. Mungkin Beno benar, Frans sedang jatuh hati padanya. “Frans, atau gini saja. Kalau benar kamu suka sama gadis berjilbab itu, kamu harus mendekati dia dan kamu harus membuktikan kalau gadis yang kamu suka itu benar-benar gadis yang baik.” sahut Beno kembali saat ia tak menemukan jawaban. Ia tahu kalau saja sahabatnya sedang bingung.
Mungkin apa yang Beno sarankan itu benar. Frans harus bisa membuktikan kalau persepsi yang selama ini mengganggunya untuk mencintai seorang gadis dengan tulus itu salah. Kali ini Frans tahu apa yang akan ia lakukan. Frans mendekati gadis tersebut—lalu membuktikan apa benar gadis itu adalah gadis yang baik dan salah satu cinta yang Frans cari? Frans, kamu pasti bisa dan peringatanmu salah! Pekik batinnya menggumamkan hal yang berbeda padanya. Malam itu Frans menutup telepon yang sedang tersambung.
***
Pagi itu Frans mulai bersinggah di atas batu taman Bedugul kembali. Kali ini masih berkutat bersama kamera dan ransel hitam pekat yang biasa ia sandang. Pemandangan pagi itu sangat sejuk seperti biasanya. Frans sangat menyukai kawasan itu. Hingga beberapa menit berlalu, sorot lensa kamera milik Frans menangkap objek yang dicarinya. Gadis berkerudung itu sedang berjalan menuju ke sini. Namun warna yang tersemat bukan magenta lagi. Gadis itu mengenakan kerudung navy yang tampak berseragam dengan pakaiannya. Dia sangat cantik hari ini!, Frans lagi-lagi memujinya. Ah ya! Frans baru saja ingat perkataan Beno. Cepat-cepat ia melesat dari kawasan taman Bedugul.
______
Sepertinya aku baru saja menangkap seorang pemuda itu lagi. Si fotografer tapi ngakunya bukan tukang foto disini, Sandra bergumam pada hatinya sejenak. Kali ini ia berjalan sendiri tanpa anak-anak kecil yang menemaninya seperti kemarin. Tanpa berpikir panjang langkah Sandra semakin mendekat ke arah bebatuan yang berdekatan dengan candi mini yang bertopang di kawasan taman Bedugul. Tap, langkahnya terhenti saat ia tak menemukan siapapun di sana. Lagi-lagi Sandra memicingkan kedua matanya sebentar sembari mengitari pandangannya ke arah sekitar. Pemuda itu nggak ada disini. Apa aku salah lihat ya?, batinnya bingung.
“Hei, Assalamualaikum?” suara laki-laki itu spontan membuat Sandra menengok ke arahnya dengan kaget.
“Waalaikumsalam.” balas Sandra.
Ia menemukan seorang laki-laki muda yang penampilannya cukup aneh dilihat. Pelan-pelan Sandra menilik pemuda berkacamata dengan pakaian kemeja kotak-kotak berkancing hingga leher itu dari bawah kaki hingga atas. Wajah laki-laki itu sangat cupu--dengan olesan tompel mirip cokelat kismis di sebelah pipi kanan dan tawanya memperlihatkan deretan gigi yang hitam di ujung mulutnya. Sandra sangat takjub, sedikit bergidik geli menatapnya. Siapakah pemuda ini? Tumben harus mendekati Sandra?
“Bo-boleh kenalan ndak? Na-nama saya... Ferry. Asli jawa mbak,” ucap pemuda yang menyebutkan nama Ferry itu pada Sandra. Sepertinya Frans yang mendadak mengubah dirinya menjadi cupu—sedang gugup berhadapan dengan Sandra. Lihat saja caranya memandang Sandra cukup malu-malu. Menunduk sejenak, lalu selalu mengulas senyumannya pada Sandra. Lagi-lagi Sandra tersenyum tipis pada Frans.
“Sandra. Asli Bandung,” Sandra membalas perkataan Frans yang mengajaknya berkenalan--tanpa berjabat telapak tangan. Pemuda ini tingkahnya sangat lucu, pikir Sandra.
Frans masih enggan memulai percakapannya lagi. Ia masih tersipu malu berada di depan gadis berkerudung navy itu.
“Ferry... Asli jawa mana ya?” kali ini Sandra yang bertanya.
Frans menatap Sandra dengan tersenyum lebar, memperlihatkan kembali deretan giginya yang cukup hitam. “Ferry dari surabaya, mbak Sandra. Ferry jalan-jalan ke Bedugul Bali. Awalnya sama teman Ferry, tapi teman Ferry malah ninggalin Ferry di sini. Ferry boleh kan minta di temani sama mbak Sandra?” lagi-lagi ucapannya membuat Sandra tertawa geli. Ferry memang benar-benar lucu!
Sandra mengangguk merespon permintaan pemuda itu. “Oh, boleh-boleh. Kebetulan aku juga sendiri. Aku juga mau jalan-jalan di sini. Ferry bareng saja denganku.” kata Sandra.
Yes, Sandra akhirnya mau nemenin aku di sini. Penyamaranmu kali ini berhasil Frans! Tinggal sedikit lagi kamu harus bisa membuktikannya, pikir Frans.
***
Tiga hari telah berlalu, sosok wujud Frans yang menyamar menjadi Ferry cupu itu masih berdekatan dengan gadis berkerudung yang bernama Sandra. Ternyata gadis berkerudung itu sedang berkerja sebagai pengasuh di sebuah Panti Asuhan Bali. Sandra sudah lama berada di pulau Dewata semenjak ia bertekad untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan keluarganya di Bandung. Pantas saja Frans melihat Sandra pertama kali bersama beberapa anak kecil di Bedugul. Frans terenyuh, entah kenapa hatinya mulai semakin menggebu-gebu ingin mengenal Sandra. Kali ini semoga perasaan Frans tidak salah, ia benar-benar jatuh hati.
"Ferry, ini diminum dulu tehnya. Udara di pegunungan Bedugul teh memang dingin. Kadang-kadang aku sama anak-anak panti selalu main di danau Beratan. Sekali-kali cari suasana nyaman buat anak-anak juga. Oh ya, maaf ya Ferry? Aku hanya bisa kasik kamu teh hangat saja di sini. Atau kalau kamu butuh makanan, di dalam panti ada sedikit cemilan, nanti aku ambilkan." ucap Sandra dengan senyuman khasnya. Ah! Lagi-lagi kelopak mata Frans tak bisa berkejap sedikitpun. Frans hanya bisa memuji Sandra dalam hatinya. Kau sungguh manis Sandra!
"Nggak usah repot-repot Sandra, makasih." balas Frans dan rasa canggung itu perlahan menghilang.
Sandra menatap Frans dengan pandangan heran. Tiga hari kemarin pemuda itu selalu berkata dengan gelagapan. Seolah-olah sikapnya tak menentu bertemu Sandra. Namun yang Sandra dengar--pemuda yang dikenal Ferry itu bersuara berbeda seperti biasanya. Mirip suara laki-laki si fotografer yang Sandra temui pertama kali di Bedugul.
"K-kamu... Nggak lagi... Bohongin aku kan?" Sandra melempar tanya seakan menuding telunjuknya ke arah laki-laki berkacamata tersebut.
Frans spontan membelalakkan kedua matanya. Seakan menyadari dengan suaranya. Pantas saja Sandra heran dan seolah menudingnya sedang berbohong. Cepat-cepat Frans menggeleng. Bodoh kau Frans!
"N-nggak... Maksud aku--eh Ferry nggak bohong. Biasanya kadang suara Ferry asal nggak nentu. Apalagi kalau habis minum teh. Tehnya mbak Sandra sungguh manis." kata Frans, hampir saja ia salah berkata lagi. Frans sembari menenggak setengah cangkir teh buatan Sandra. Lalu sedikit menampilkan senyumannya. Sandra hanya menatapnya penuh bingung.
"Ya sudah, Ferry nggak apa-apa kalau aku tinggal sebentar? Aku harus mengurus anak-anak panti dulu. Ini sudah waktunya jam makan siang."
"Eh mbak Sandra, Ferry boleh ikut? Ferry juga mau main sama anak-anak mbak. Boleh ya?"
"Oh, boleh-boleh. Kita masuk ke dalam saja yuk?" Sandra meng-iya-kan Frans untuk mengikuti dirinya ke dalam Panti.
Hingga tiba Frans menghentikan langkahnya mengikuti Sandra. Tepat di ruang makan panti asuhan. Frans memandang banyak anak kecil di sana. Sedang duduk berjejer seolah berderet memanjang di kursi depan meja makan. Tampaknya anak-anak panti sedang tak sabar menunggu masakan lezat di siang ini. Andai Frans bisa mengeluarkan kameranya, pasti ia akan memotret wajah-wajah polos anak-anak panti di sini. Sandra sungguh beruntung bisa bertemu mereka.
Dan lihat! Frans menangkap Sandra dalam sorot pandangannya. Gadis itu tampak telaten dan menyayangi anak-anak kecil ini. Seraya Sandra menghibur salah satu anak yang kira-kira masih berumur empat tahunan. Tawa anak-anak panti di sini sangat natural--tanpa dibuat-buat. Frans saja sangat nyaman menatap mereka dengan senyuman manisnya. Apalagi gadis berkerudung navy yang sedang bersinggah di sisi Frans. Sandra memang tipe gadis yang menyayangi anak kecil. Selangkah lagi Frans!, pekik hati Frans. Tak lama kemudian makanan dan minuman sudah di antar ke meja makan. Siang ini siap makan masakan ala panti di Bali. Baunya sangat sedap, Frans merasakan bunyi perutnya semakin menjerit.
***
Hembusan angin sore masih terlihat sejuk. Sore itu ia bersama Sandra sedang berada di pinggir danau Beratan. Tampaknya pengunjung masih tetap ramai seperti biasanya. Tapi Frans tidak peduli. Sore ini ia harus mengungkapkan semuanya. Entah itu tentang penyamarannya selama empat hari ini ataupun tentang perasaannya. Ternyata Frans salah dengan persepsi yang ia buat selama ini. Jatuh cinta pada gadis hanya membuatnya seakan tidak percaya. Persepsi yang menyatakan bahwa seorang gadis hanya mencintai dirinya karena modal tampang dan materi. Buktinya Frans tidak melihat persepsi lamanya pada Sandra. Malah Sandra beda, Sandra tidak masalah berteman bersama seorang laki-laki cupu seperti Ferry. Sebuah nama yang Frans karang untuk menyamar di hadapan Sandra. Pelan-pelan Frans menghela napas sejenak.
"Mbak Sandra, nggak malu temenan sama Ferry? Ferry kan orangnya cupu. Ferry kan laki-laki aneh. Kok mbak Sandra mau masih berteman baik sama Ferry?" kali ini Frans membuka suara.
"Kenapa harus malu? Kita kan sama-sama makhluk ciptaan Allah. Mau kamu cupu atau jelek sekalipun atau aneh, aku tetap terima kamu jadi temanku."
Frans tersenyum mendengar balasan Sandra. "Kalau misalnya laki-laki seperti Ferry suka sama mbak Sandra? Apa mbak Sandra masih mau?"
"Fer, jodoh itu sudah ada yang ngatur. Kita nggak tahu datangnya orang jatuh cinta sama kita itu seperti apa. Kalau aku pribadi, aku nggak akan ngebandingin laki-laki manapun yang cinta sama aku. Selama laki-laki itu baik dan dapat dipercaya, aku pasti terima dia. Nggak mandang dari fisik. Kamu pikir saja, kalau misalnya kita suka sama orang dan hanya mandang dari fisik saja. Aku yakin, orang itu nggak akan pernah menemukan cinta sejati. Waktu kita muda seperti sekarang, fisik kita masih nyaman, cantik dan tampan. Tapi kita juga bakalan jadi orangtua, kecantikan dan ketampanan yang menjadi alasan untuk disuka sama semua orang bakalan sirna."
Lagi-lagi Frans mengulas senyuman malunya diam-diam. Sandra memang gadis idaman bagi Frans. Pelan-pelan Frans melepas kacamata minusnya, lalu ia melepas tompel cokelat di sebelah pipi kanannya. Ia terus melanjutnya hingga menanggalkan pakaian kemejanya dan kini Frans hanya mengenakan kaus biru dan celana jeans panjang. Rambut yang dibuat-buat olehnya, kini di acak-acak lagi. Frans mengeluarkan sebuah kamera dari ranselnya.
Sandra tercenung menatap pemuda yang dikenalnya ialah laki-laki yang cupu kemarin. Dan sekarang pemuda cupu itu berganti menjadi pemuda yang cukup tampan. Sandra ingat benar dengan laki-laki di sampingnya ini. Bukankah laki-laki itu ialah si fotografer yang ngakunya bukan tukang foto di Bedugul? Yah, ternyata laki-laki itu sedang menyamar pada Sandra. Kali ini Sandra bungkam, tak bisa marah padanya dan harus menatap Frans dengan pandangan bingung.
Frans menghela napas, lalu kembali menatap Sandra. Pakaian yang menjadi alat penyamarannya itu--ia lipat lagi, lalu diletakkan di atas ranselnya. Dan kini Frans hanya mencengkeram kameranya kuat-kuat. "Namaku Frans, aku sengaja menyamar. Karena aku ingin tahu, kalau gadis yang bernama Sandra, gadis yang aku suka sejak pertama kali kamu jadi objek potretanku di sini. Ia memang benar-benar gadis yang baik dan gadis yang menyayangi anak-anak. Kamu sangat natural buatku, perkataanmu membuatku jatuh hati, San."
Frans menunjukkan foto-foto Sandra yang terpampang di balik kamera Frans. Sandra masih tak dapat mengeluarkan suaranya. "Aku punya persepsi yang salah selama ini." ucap Frans lagi.
"M-maksudnya?" Sandra mulai mengeluarkan suaranya. Namun cukup ragu.
"Aku punya persepsi. Kalau yang namanya cinta itu hanya omong kosong. Aku bisa mencintai seorang gadis, namun gadis yang aku temui itu nggak ada yang benar. Mereka hanya membalas perasaanku, lantaran aku ini ganteng dan kaya raya. Apalagi menurut mereka aku ini laki-laki yang keren. Hingga aku bertemu denganmu, dan aku sama sekali nggak nyangka. Kalau kamu bisa menghilangkan ketakutanku dengan cinta. Saat ini... Aku berani jatuh hati sama kamu."
Sandra berusaha menampilkan senyuman tipisnya pada Frans. Entah apa yang Sandra tahu, ia juga memang memiliki perasaan yang berbeda saat melihat dua sosok dengan satu orang yang sama. Ferry yang berhasil membuatnya jatuh hati, ternyata Ferry itu Frans. Bagi Frans, ia telah menemukan sepenggal hatinya di danau Beratan, yaitu Sandra. ***
END
***
Klik!
Sorot sinar lensa milik Frans sedang menangkap gambar seorang gadis berkerudung magenta bersama beberapa anak-anak kecil di sisinya. Frans cukup memperhatikan gadis berparas manis tersebut, sepertinya mereka sedang menikmati pemandangan di Bedugul ini. Frans terus saja menebak. Seolah-olah dahinya mengernyit sembari berkacak pinggang. Ia membiarkan kameranya bergelantung di pergelangan lehernya.
Dia siapa ya? Ah, Frans!, gumam hatinya lagi. Tiba-tiba ia kembali mendengar peringatan batinnya sejak awal. Frans jangan sampai kamu terkecoh dengan penampilan gadis asing! Ok kali ini Frans mengalah. Kembali ia sibuk bersama kameranya. Tanpa mempedulikan mereka ataupun gadis berkerudung yang membuatnya penasaran.
“Mas-mas, permisi?” panggil suara gadis yang berada di samping Frans. Namun beberapa kali gadis tersebut menyebut ‘mas’ pada Frans--pemuda itu masih tak mempedulikan dan malah berkutat pada kamera.
“MAASS, Assalamualaikum.. Mas? Permisi?” gadis itu masih memanggil sembari mengucapkan salam sekaligus. Hingga akhirnya Frans benar-benar menengok ke arahnya. Gadis itu melempar senyuman tipis pada Frans. Senyuman itu... Tampak manis bila Frans lihat--meskipun tipis. Gadis berkerudung magenta yang menjadi objek lensa kamera milik Frans, kini berada di hadapannya. Lagi-lagi Frans tidak menyangka, mengapa bisa secepat itu ia mendekat padanya?
Frans membalas senyumannya sebentar, “Waalaikumsalam. Ada apa ya manggil saya?” sahut Frans yang masih mengcengkeram kameranya kuat-kuat. Lelaki muda itu sangat mencintai kamera selain dunia traveler.
“Bunten atuh mas, boleh minta fotoin kami? Saya sama adik-adik saya ini? M-masnya... Fotografer kan di sini? Yang biasanya cari-cari pelanggan buat minta foto? Biasanya harga sekali foto berapa ya mas?” ucapnya seraya menunjukkan anak-anak kecil di sisinya sebentar pada Frans. Sungguh anak-anak yang menggemaskan bagi Frans. Masih saja ada gadis yang mau mengajak jalan adik-adiknya ke tempat ini. Apa dia gadis yang baik? Suara hati Frans bergumam lagi.
“Oh sekali foto? S-saya memang fotografer, t-tapi nggak jadi tukang foto di sini mbak,” Frans menjawab cukup gelagapan pada gadis berkerudung magenta itu. Dahinya mengernyit bingung. Bagaimana bisa gadis ini menebak Frans ialah tukang foto yang biasa mangkal di Bedugul? Ah—mana ada fotografer yang cakep macam Frans itu menjadi tukang foto di sini!, pikir Frans lagi.
“Loh begitu mas? Ya sudah, maaf? Saya kira mas tukang foto di Bedugul. Habis masnya lagi megang kamera. Pakaiannya juga cukup mirip tukang foto yang biasa saya lihat di sini. Sekali lagi maaf ya mas?” gadis itu melesatkan kakinya setelah sekian kalinya meminta maaf pada Frans. Meski Frans tak membalas perkataannya. Frans masih mematung bersama kamera setelah melepas kernyitan dahinya menatap gadis berkerudung magenta itu. Lagi-lagi Frans tersenyum menatap gadis itu.
Ah! Bedugul memang indah... Tapi tetap saja aku tak boleh mudah untuk jatuh hati padanya, gumam hatinya kembali.
***
“Bro, sumpah aku ketemu dia di Bedugul. Dan tiba-tiba dia mendekat padaku. Dia itu memang cantik bro, dia juga berjilbab. Anggun dan gadis yang sholehah. Apalagi dia ke Bedugul bareng adik-adiknya yang masih kecil. Menurutku dia gadis penyayang. Dan kamu harus tahu, aku disangkanya tukang foto di Bedugul sama dia bro. Ah!” decak Frans saat berucap melewati jaringan telepon ponselnya. Malam itu ia sedang menginap di sebuah villa. Frans menghentikan perkataannya saat bertelepon bersama Beno sahabat karibnya di Jakarta.
“Mau sampai kapan kamu nggak percaya sama yang namanya jatuh hati Frans? Buktinya kamu merasakannya sekarang? Kamu sadar tidak?” pertanyaan yang terlontar oleh Beno begitu saja pada Frans. Hingga pertanyaan itu cukup bisa membuat Frans bungkam. Memang selama ini pemuda itu sama sekali tak percaya yang namanya jatuh hati. Hingga Frans membuat persepsi sendiri—seorang gadis hanya jatuh hati hanya pada fisik dan materi yang ia punya.
Dan apa yang Frans rasakan sangat berbeda saat ia menyukai dan mulai mencintai beberapa gadis sebelumnya. Mungkin Beno benar, Frans sedang jatuh hati padanya. “Frans, atau gini saja. Kalau benar kamu suka sama gadis berjilbab itu, kamu harus mendekati dia dan kamu harus membuktikan kalau gadis yang kamu suka itu benar-benar gadis yang baik.” sahut Beno kembali saat ia tak menemukan jawaban. Ia tahu kalau saja sahabatnya sedang bingung.
Mungkin apa yang Beno sarankan itu benar. Frans harus bisa membuktikan kalau persepsi yang selama ini mengganggunya untuk mencintai seorang gadis dengan tulus itu salah. Kali ini Frans tahu apa yang akan ia lakukan. Frans mendekati gadis tersebut—lalu membuktikan apa benar gadis itu adalah gadis yang baik dan salah satu cinta yang Frans cari? Frans, kamu pasti bisa dan peringatanmu salah! Pekik batinnya menggumamkan hal yang berbeda padanya. Malam itu Frans menutup telepon yang sedang tersambung.
***
Pagi itu Frans mulai bersinggah di atas batu taman Bedugul kembali. Kali ini masih berkutat bersama kamera dan ransel hitam pekat yang biasa ia sandang. Pemandangan pagi itu sangat sejuk seperti biasanya. Frans sangat menyukai kawasan itu. Hingga beberapa menit berlalu, sorot lensa kamera milik Frans menangkap objek yang dicarinya. Gadis berkerudung itu sedang berjalan menuju ke sini. Namun warna yang tersemat bukan magenta lagi. Gadis itu mengenakan kerudung navy yang tampak berseragam dengan pakaiannya. Dia sangat cantik hari ini!, Frans lagi-lagi memujinya. Ah ya! Frans baru saja ingat perkataan Beno. Cepat-cepat ia melesat dari kawasan taman Bedugul.
______
Sepertinya aku baru saja menangkap seorang pemuda itu lagi. Si fotografer tapi ngakunya bukan tukang foto disini, Sandra bergumam pada hatinya sejenak. Kali ini ia berjalan sendiri tanpa anak-anak kecil yang menemaninya seperti kemarin. Tanpa berpikir panjang langkah Sandra semakin mendekat ke arah bebatuan yang berdekatan dengan candi mini yang bertopang di kawasan taman Bedugul. Tap, langkahnya terhenti saat ia tak menemukan siapapun di sana. Lagi-lagi Sandra memicingkan kedua matanya sebentar sembari mengitari pandangannya ke arah sekitar. Pemuda itu nggak ada disini. Apa aku salah lihat ya?, batinnya bingung.
“Hei, Assalamualaikum?” suara laki-laki itu spontan membuat Sandra menengok ke arahnya dengan kaget.
“Waalaikumsalam.” balas Sandra.
Ia menemukan seorang laki-laki muda yang penampilannya cukup aneh dilihat. Pelan-pelan Sandra menilik pemuda berkacamata dengan pakaian kemeja kotak-kotak berkancing hingga leher itu dari bawah kaki hingga atas. Wajah laki-laki itu sangat cupu--dengan olesan tompel mirip cokelat kismis di sebelah pipi kanan dan tawanya memperlihatkan deretan gigi yang hitam di ujung mulutnya. Sandra sangat takjub, sedikit bergidik geli menatapnya. Siapakah pemuda ini? Tumben harus mendekati Sandra?
“Bo-boleh kenalan ndak? Na-nama saya... Ferry. Asli jawa mbak,” ucap pemuda yang menyebutkan nama Ferry itu pada Sandra. Sepertinya Frans yang mendadak mengubah dirinya menjadi cupu—sedang gugup berhadapan dengan Sandra. Lihat saja caranya memandang Sandra cukup malu-malu. Menunduk sejenak, lalu selalu mengulas senyumannya pada Sandra. Lagi-lagi Sandra tersenyum tipis pada Frans.
“Sandra. Asli Bandung,” Sandra membalas perkataan Frans yang mengajaknya berkenalan--tanpa berjabat telapak tangan. Pemuda ini tingkahnya sangat lucu, pikir Sandra.
Frans masih enggan memulai percakapannya lagi. Ia masih tersipu malu berada di depan gadis berkerudung navy itu.
“Ferry... Asli jawa mana ya?” kali ini Sandra yang bertanya.
Frans menatap Sandra dengan tersenyum lebar, memperlihatkan kembali deretan giginya yang cukup hitam. “Ferry dari surabaya, mbak Sandra. Ferry jalan-jalan ke Bedugul Bali. Awalnya sama teman Ferry, tapi teman Ferry malah ninggalin Ferry di sini. Ferry boleh kan minta di temani sama mbak Sandra?” lagi-lagi ucapannya membuat Sandra tertawa geli. Ferry memang benar-benar lucu!
Sandra mengangguk merespon permintaan pemuda itu. “Oh, boleh-boleh. Kebetulan aku juga sendiri. Aku juga mau jalan-jalan di sini. Ferry bareng saja denganku.” kata Sandra.
Yes, Sandra akhirnya mau nemenin aku di sini. Penyamaranmu kali ini berhasil Frans! Tinggal sedikit lagi kamu harus bisa membuktikannya, pikir Frans.
***
Tiga hari telah berlalu, sosok wujud Frans yang menyamar menjadi Ferry cupu itu masih berdekatan dengan gadis berkerudung yang bernama Sandra. Ternyata gadis berkerudung itu sedang berkerja sebagai pengasuh di sebuah Panti Asuhan Bali. Sandra sudah lama berada di pulau Dewata semenjak ia bertekad untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan keluarganya di Bandung. Pantas saja Frans melihat Sandra pertama kali bersama beberapa anak kecil di Bedugul. Frans terenyuh, entah kenapa hatinya mulai semakin menggebu-gebu ingin mengenal Sandra. Kali ini semoga perasaan Frans tidak salah, ia benar-benar jatuh hati.
"Ferry, ini diminum dulu tehnya. Udara di pegunungan Bedugul teh memang dingin. Kadang-kadang aku sama anak-anak panti selalu main di danau Beratan. Sekali-kali cari suasana nyaman buat anak-anak juga. Oh ya, maaf ya Ferry? Aku hanya bisa kasik kamu teh hangat saja di sini. Atau kalau kamu butuh makanan, di dalam panti ada sedikit cemilan, nanti aku ambilkan." ucap Sandra dengan senyuman khasnya. Ah! Lagi-lagi kelopak mata Frans tak bisa berkejap sedikitpun. Frans hanya bisa memuji Sandra dalam hatinya. Kau sungguh manis Sandra!
"Nggak usah repot-repot Sandra, makasih." balas Frans dan rasa canggung itu perlahan menghilang.
Sandra menatap Frans dengan pandangan heran. Tiga hari kemarin pemuda itu selalu berkata dengan gelagapan. Seolah-olah sikapnya tak menentu bertemu Sandra. Namun yang Sandra dengar--pemuda yang dikenal Ferry itu bersuara berbeda seperti biasanya. Mirip suara laki-laki si fotografer yang Sandra temui pertama kali di Bedugul.
"K-kamu... Nggak lagi... Bohongin aku kan?" Sandra melempar tanya seakan menuding telunjuknya ke arah laki-laki berkacamata tersebut.
Frans spontan membelalakkan kedua matanya. Seakan menyadari dengan suaranya. Pantas saja Sandra heran dan seolah menudingnya sedang berbohong. Cepat-cepat Frans menggeleng. Bodoh kau Frans!
"N-nggak... Maksud aku--eh Ferry nggak bohong. Biasanya kadang suara Ferry asal nggak nentu. Apalagi kalau habis minum teh. Tehnya mbak Sandra sungguh manis." kata Frans, hampir saja ia salah berkata lagi. Frans sembari menenggak setengah cangkir teh buatan Sandra. Lalu sedikit menampilkan senyumannya. Sandra hanya menatapnya penuh bingung.
"Ya sudah, Ferry nggak apa-apa kalau aku tinggal sebentar? Aku harus mengurus anak-anak panti dulu. Ini sudah waktunya jam makan siang."
"Eh mbak Sandra, Ferry boleh ikut? Ferry juga mau main sama anak-anak mbak. Boleh ya?"
"Oh, boleh-boleh. Kita masuk ke dalam saja yuk?" Sandra meng-iya-kan Frans untuk mengikuti dirinya ke dalam Panti.
Hingga tiba Frans menghentikan langkahnya mengikuti Sandra. Tepat di ruang makan panti asuhan. Frans memandang banyak anak kecil di sana. Sedang duduk berjejer seolah berderet memanjang di kursi depan meja makan. Tampaknya anak-anak panti sedang tak sabar menunggu masakan lezat di siang ini. Andai Frans bisa mengeluarkan kameranya, pasti ia akan memotret wajah-wajah polos anak-anak panti di sini. Sandra sungguh beruntung bisa bertemu mereka.
Dan lihat! Frans menangkap Sandra dalam sorot pandangannya. Gadis itu tampak telaten dan menyayangi anak-anak kecil ini. Seraya Sandra menghibur salah satu anak yang kira-kira masih berumur empat tahunan. Tawa anak-anak panti di sini sangat natural--tanpa dibuat-buat. Frans saja sangat nyaman menatap mereka dengan senyuman manisnya. Apalagi gadis berkerudung navy yang sedang bersinggah di sisi Frans. Sandra memang tipe gadis yang menyayangi anak kecil. Selangkah lagi Frans!, pekik hati Frans. Tak lama kemudian makanan dan minuman sudah di antar ke meja makan. Siang ini siap makan masakan ala panti di Bali. Baunya sangat sedap, Frans merasakan bunyi perutnya semakin menjerit.
***
Hembusan angin sore masih terlihat sejuk. Sore itu ia bersama Sandra sedang berada di pinggir danau Beratan. Tampaknya pengunjung masih tetap ramai seperti biasanya. Tapi Frans tidak peduli. Sore ini ia harus mengungkapkan semuanya. Entah itu tentang penyamarannya selama empat hari ini ataupun tentang perasaannya. Ternyata Frans salah dengan persepsi yang ia buat selama ini. Jatuh cinta pada gadis hanya membuatnya seakan tidak percaya. Persepsi yang menyatakan bahwa seorang gadis hanya mencintai dirinya karena modal tampang dan materi. Buktinya Frans tidak melihat persepsi lamanya pada Sandra. Malah Sandra beda, Sandra tidak masalah berteman bersama seorang laki-laki cupu seperti Ferry. Sebuah nama yang Frans karang untuk menyamar di hadapan Sandra. Pelan-pelan Frans menghela napas sejenak.
"Mbak Sandra, nggak malu temenan sama Ferry? Ferry kan orangnya cupu. Ferry kan laki-laki aneh. Kok mbak Sandra mau masih berteman baik sama Ferry?" kali ini Frans membuka suara.
"Kenapa harus malu? Kita kan sama-sama makhluk ciptaan Allah. Mau kamu cupu atau jelek sekalipun atau aneh, aku tetap terima kamu jadi temanku."
Frans tersenyum mendengar balasan Sandra. "Kalau misalnya laki-laki seperti Ferry suka sama mbak Sandra? Apa mbak Sandra masih mau?"
"Fer, jodoh itu sudah ada yang ngatur. Kita nggak tahu datangnya orang jatuh cinta sama kita itu seperti apa. Kalau aku pribadi, aku nggak akan ngebandingin laki-laki manapun yang cinta sama aku. Selama laki-laki itu baik dan dapat dipercaya, aku pasti terima dia. Nggak mandang dari fisik. Kamu pikir saja, kalau misalnya kita suka sama orang dan hanya mandang dari fisik saja. Aku yakin, orang itu nggak akan pernah menemukan cinta sejati. Waktu kita muda seperti sekarang, fisik kita masih nyaman, cantik dan tampan. Tapi kita juga bakalan jadi orangtua, kecantikan dan ketampanan yang menjadi alasan untuk disuka sama semua orang bakalan sirna."
Lagi-lagi Frans mengulas senyuman malunya diam-diam. Sandra memang gadis idaman bagi Frans. Pelan-pelan Frans melepas kacamata minusnya, lalu ia melepas tompel cokelat di sebelah pipi kanannya. Ia terus melanjutnya hingga menanggalkan pakaian kemejanya dan kini Frans hanya mengenakan kaus biru dan celana jeans panjang. Rambut yang dibuat-buat olehnya, kini di acak-acak lagi. Frans mengeluarkan sebuah kamera dari ranselnya.
Sandra tercenung menatap pemuda yang dikenalnya ialah laki-laki yang cupu kemarin. Dan sekarang pemuda cupu itu berganti menjadi pemuda yang cukup tampan. Sandra ingat benar dengan laki-laki di sampingnya ini. Bukankah laki-laki itu ialah si fotografer yang ngakunya bukan tukang foto di Bedugul? Yah, ternyata laki-laki itu sedang menyamar pada Sandra. Kali ini Sandra bungkam, tak bisa marah padanya dan harus menatap Frans dengan pandangan bingung.
Frans menghela napas, lalu kembali menatap Sandra. Pakaian yang menjadi alat penyamarannya itu--ia lipat lagi, lalu diletakkan di atas ranselnya. Dan kini Frans hanya mencengkeram kameranya kuat-kuat. "Namaku Frans, aku sengaja menyamar. Karena aku ingin tahu, kalau gadis yang bernama Sandra, gadis yang aku suka sejak pertama kali kamu jadi objek potretanku di sini. Ia memang benar-benar gadis yang baik dan gadis yang menyayangi anak-anak. Kamu sangat natural buatku, perkataanmu membuatku jatuh hati, San."
Frans menunjukkan foto-foto Sandra yang terpampang di balik kamera Frans. Sandra masih tak dapat mengeluarkan suaranya. "Aku punya persepsi yang salah selama ini." ucap Frans lagi.
"M-maksudnya?" Sandra mulai mengeluarkan suaranya. Namun cukup ragu.
"Aku punya persepsi. Kalau yang namanya cinta itu hanya omong kosong. Aku bisa mencintai seorang gadis, namun gadis yang aku temui itu nggak ada yang benar. Mereka hanya membalas perasaanku, lantaran aku ini ganteng dan kaya raya. Apalagi menurut mereka aku ini laki-laki yang keren. Hingga aku bertemu denganmu, dan aku sama sekali nggak nyangka. Kalau kamu bisa menghilangkan ketakutanku dengan cinta. Saat ini... Aku berani jatuh hati sama kamu."
Sandra berusaha menampilkan senyuman tipisnya pada Frans. Entah apa yang Sandra tahu, ia juga memang memiliki perasaan yang berbeda saat melihat dua sosok dengan satu orang yang sama. Ferry yang berhasil membuatnya jatuh hati, ternyata Ferry itu Frans. Bagi Frans, ia telah menemukan sepenggal hatinya di danau Beratan, yaitu Sandra. ***
END
Komentar
Posting Komentar